Jakarta, CNN Indonesia -- Gonjang-ganjing peraturan baru mengenai taksi daring justru tak menyurutkan aksi saling rangkul antara perusahaan taksi konvensional dan perusahaan transportasi berbasis aplikasi. Hal ini bisa dilihat dari kerja sama antara Blue Bird dengan Gojek serta Uber dengan Express.
Uber baru saja mengumumkan kolaborasi mereka dengan taksi Express yang akan berlanjut permanen. Kerjasama itu sebenarnya sudah terjalin sejak Desember 2016 lalu dalam bentuk program pilot.
Adapun bentuk kolaborasi Express dengan Uber tak berbeda dengan kerja sama Uber dengan mitra pengemudi mereka yang lain. Lewat kerja sama tersebut, armada taksi Express bisa dipesan melalui aplikasi Uber, dengan sistem harga yang diterapkan Uber sehingga diklaim lebih murah dari tarif normal mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini rider education supaya lebih paham jika terpasangkan dengan Taksi Express dan ini merupakan kelanjutan dari proses pilot bulan Desember-Maret ini," aku Dian Safitri, Head of Communications Uber Indonesia melalui pesan singkat kepada
CNNIndoesia.com, Kamis (30/3).
Di luar kedua hal tadi, armada Express yang dipesan melalui aplikasi Uber, khususnya layanan UberX, akan dikenakan ketentuan yang sama seperti tarif dinamis, sistem rating pengemudi, serta biaya pembatalan yang berlaku setelah pesanan sudah berlangsung lima menit.
Singkatnya, armada Express menjelma menjadi bagian UberX seperti pada umumnya. Perbedaaan mendasar terletak pada tarif yang menggunakan perhitungan aplikasi Uber yang lebih murah ketimbang tarif Express di argometer mereka.
Kemesraan serupa juga nampak dari Blue Bird dan Gojek. Meski sempat berseteru saat pecah konflik antarpengemudi taksi konvensional dan angkutan daring, nyatanya perusahaan taksi terbesar ini asyik menggandeng Gojek.
Pertama kali diumumkan pada Mei 2016, realisasi kerja sama keduanya baru terwujud pada Februari 2017. Bentuk kerja sama keduanya bisa ditemui di layanan GoCar. Cara kerjanya pun serupa dengan Uber-Express, yakni armada Blue Bird jadi kendaraan tambahan di layanan GoCar.
Dua kolaborasi di atas meneguhkan posisi perusahaan taksi konvensional yang sebenarnya membutuhkan teknologi inovasi seperti yang ditawarkan Gojek, Uber, maupun Grab. Tarif murah dan pemesanan yang praktis yang ditawarkan perusahaan berbasis aplikasi merupakan dua hal yang membuat taksi reguler kian tersisih.
Sementara di pihak perusahaan aplikasi, kerja sama dengan taksi konvensional tentu menguntungkan dari jumlah armada. Ketersediaan kendaraan yang lebih banyak merupakan idaman mereka untuk ingin merengkuh pelanggan sebanyak-banyaknya.
(evn)