Revisi Aturan Transportasi Online Belenggu Industri Kreatif

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Minggu, 02 Apr 2017 11:16 WIB
Indonesia seharusnya meniru cara Pemerintah Singapura dan Malaysia menangani polemik taksi online di negaranya.
Demo menentang Taksi Online (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.32 tahun 2016 (PM32/2016) tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraaan Bermotor Umum Tidak dalam trayek menuai kontroversi sejak kelahirannya pada bulan Maret tahun yang lalu.

Setelah melalui penundaan pelaksanaan dan perdebatan yang cukup alot, revisi PM32/2016 mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 2017.

Menurut Muslich Zainal Asikin, Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia, selama tahapan sosialisasi revisi PM32/2016 hingga saat ini, keberadaan peraturan tersebut tidak memberi jaminan kepastian hukum tapi malah membelenggu bisnis yang sifatnya disruptive ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya menempatkan pengemudi transportasi online menjadi karyawan atau pekerja padahal pada dasarnya bisnis ini berbasis sharing economy yang memberdayakan pengemudi sebagai pemilik-pengusaha.

Di sisi lain, langkah pemerintah yang terkesan ngotot dengan pemberlakuan beleid ini tidak adaptif terhadap perkembangan teknologi.

Penggolongan bisnis jasa transportasi online ini dengan menyamakannya dengan bisnis taksi dan angkutan umum konvensional adalah sesuatu yang tidak tepat karena pada dasarnya pelaku bisnis  disruptive menggunakan platform sharing economy.

"Setidaknya, ada tiga poin  yang tidak memihak pada transportasi online, yaitu, batasan tarif atas dan bawah, pengaturan kuota yang diserahkan ke masing-masing pemerintahan daerah dan balik nama STNK dari individu ke badan atau perusahaan. Langkah ini kontra produktif dengan era industri  kreatif," ungkap Muslich.

Kebijakan tersebut lanjut Muslich menjadi lonceng kematian industri kreatif di Indonesia, khususnya untuk transportasi online.

"Ini tidak sejalan dengan semangat  program nawacita Presiden Jokowi yang mendorong terhadap kemandirian ekonomi kerakyatan dan industri kreatif," tegas Muslich.

Lebih lanjut Muslich mengatakan, ketika harus ada biaya KIR, kewajiban balik nama STNK atas nama perusahaan atau koperasi, ketentuan batasan volume mesin kendaraan seperti taksi, dan keberadaan kepemilikan pool membuat pelaku bisnis transportasi online 'dipaksa' berkegiatan dengan regulasi yang lama sebagaimana yang telah dilakukan oleh pelaku usaha transportasi konvensional.

Menarik disimak bagaimana reaksi negara tetangga yang juga terkena imbas bisnis disruptive ini. Seperti Malaysia contohnya, sebelum membuat aturan mengenai transportasi online, mereka terlebih dahulu melakukan studi yang hasilnya 80 persen masyarakat lebih memilih transportasi online dibanding armada konvensional.

Penyebabnya adalah penumpang lebih mudah mengakses layanan online dibanding konvensional.

Sementara, Singapura melangkah lebih jauh. Memang pemerintah Negeri Singa itu bisa melarang layanan transportasi disruptive itu tapi pemerintah menyadari dalam jangka panjang akan berpengaruh pada perekenomian mereka sendiri.

Mereka baru-baru ini mengizinkan perusahaan taksi konvensional menerapkan mekanisme harga dinamis (dynamic pricing) untuk armada mereka yang mendapat order lewat aplikasi berbasi teknologi informasi.
Revisi Aturan Transportasi Online Belenggu Industri KreatifSalah satu sudut kota Singapura (CNN Indonesia/Olivia Drost)

"Para pengambil kebijakan di Singapura melihat bahwa aplikasi transportasi online adalah contoh bagaimana industri dan pekerjaan dapat terkena dampak dari teknologi dan globalisasi. Ini tidak bisa dengan dilawan tetapi seluruh pelaku usaha harus dapat beradaptasi sehingga industri taksi konvensional juga tetap tumbuh," kata Muchlis.

"Saat ini, di Singapura, industri taksi konvensional juga dibolehkan menerapkan tarif dinamis untuk perjalanan menggunakan aplikasi mobile. Aturan ini bukan sekadar soal tarif karena pada dasarnya penumpang transportasi baik online ataupun konvensional memiliki kepentingan untuk dapat sampai tujuan dengan aman dan harga terjangkau," tambahnya.

Aturan jalan tengah inilah yang seharusnya bisa diadopsi oleh pemerintah saat ini. (tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER