Jakarta, CNN Indonesia -- Para pengemudi ojek
online mengancam akan melakukan aksi yang lebih besar jika dalam sebulan tuntutan mereka tak ditindaklanjuti oleh pemerintah.
"Kami saat ini sedang menempuh jalur non-hukum. Kalau dalam sebulan ini belum ada jawaban, kami akan turun lagi dalam jumlah yang lebih besar dan menggugat mereka," kata Azas Tigor Nainggolan dari Forum Warga Jakarta (FAKTA), saat ditemui usai pihak Istana menerima perwakilan para demonstran di Jakarta, Rabu (23/11).
Demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan pengemudi gabungan dari Gojek, Grab, dan Uber ini dilakukan karena para pengemudi ojek menganggap posisi mereka rentan secara hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerentanan ini terjadi lantaran tak adanya regulasi pemerintah yang memayungi kegiatan ekonomi mereka. Sehingga, mereka tak memiliki landasan hukum terutama ketika berhadapan dengan kebijakan yang dibuat perusahaan.
Sehingga menurutnya kebutuhan regulasi yang memayungi operasional ojek online ini mendesak. Menurutnya tanpa aturan yang jelas seperti sekarang, aplikator bisa semena-mena membuat kebijakannya sendiri.
"Misalnya di tarif. Mereka (aplikator) itu bisa mengubah tarif seenaknya. Yang kasihan para pengemudi ini ketika tarifnya sudah rendah sekali. Padahal kalau merujuk PM 108 tentang taksi
online kan aplikator enggak boleh menentukan tarifnya sendiri," tegas Tigor yang menjadi advokat
pengemudi ojek online itu. Gugat ke MK Tak cuma mengancam demo yang lebih besar, Tigor juga menyebutkan bahwa mereka akan mengambil langkah hukum. Menurutnya mereka akan menggugat UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang transportasi umum ke Mahkamah Konstitusi.
Langkah itu dinilai lebih cepat ketimbang meminta DPR merevisi UU 22/2009. Tigor juga berharap regulasi yang mengatur ojek online ini bisa keluar secepatnya di tahun ini dalam bentuk peraturan menteri.
Namun bila pemerintah tak bisa mengakomodasi permintaan tersebut, Tigor dan tim advokasi pengemudi ojek
online menyiapkan langkah lain.
(eks)