Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono mengatakan besaran insentif menentukan keberhasilan mobil listrik di Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian mendukung pengembangan mobil listrik di Indonesia dengan memberikan insentif khusus agar harganya 'terjangkau'.
"Pak Menteri (Airlangga) sudah berbicara mengenai insentif fiskal yang mengatur PPnBM (pajak barang mewah) mengenai
electric vehicle maupun konvensional vehicle," kata Warih di Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Warih, dengan adanya insentif khusus mobil listrik, selisih harga jual antara mobil konvensional dan mobil listrik tidak terpaut jauh.
Jika sudah demikian, dijelaskan Warih, hal itu dapat membuka peluang masyarakat beralih ke kendaraan listrik. Di samping itu, pemerintah juga harus memikirkan industri pendukung lain, seperti pelumas. Sebab 30 persen komponen mobil kovensional yang ada saat ini akan tidak digunakan pada mobil listrik.
"
Customer, customer itu penting. Jangan lupa
supply chain. Karena 30 persen EV komponennya berubah, bagaimana mempersiapkan
supply chain yang sekarang untuk siap menghadapi masa depan industri EV," kata Warih.
Solusi jangka pendekMenteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai bahwa memasarkan mobil
hybrid (gabungan mesin konvensional dan motor listrik) dan bukan mobil murni listrik dianggap lebih masuk akal karena dari segi infrastruktur penunjang kendaraan listrik belum memadai.
Misalnya saja, menurut dia terkait rata-rata tegangan listrik yang dinilai belum mampu untuk mengisi tenaga dari baterai mobil listrik murni dengan durasi lebih pendek.
"Kalau
electric vehicle kan 380 volt, yang kita sekarang 220 volt agar chargingnya lebih cepat. Jadi jangka pendek adalah
plug-in hybrid, itu sama dengan bensinnya atau bahan bakarnya untuk menghasilkan listrik," jelas Airlangga.
Ia pun meyakini bahwa tanpa ketersediaan infrastruktur pengisian tenaga listrik, kendaraan
plug-in hybrid sudah dapat mengaspal di Indonesia.
"Jadi mungkin itu pilihan yang rasional kami dorong yang
plug-in hybrid sehingga bisa menggunakan bahan bakar yang ada. Jadi kalau
plug-in hybrid tanpa infrastruktur sudah bisa jalan," tutup Airlangga.
(mik)