Taksi udara atau bisa juga disebut "air taxi" ini bisa dibilang sebagai drone raksasa yang mampu menampung orang. Kapasitasnya memang masih terbatas, setidaknya satu atau dua penumpang.
Pada 2001 operasi taksi udara pertama kali dipromosikan di Amerika Serikat oleh NASA dan studi industri kedirgantaraan tentang potensi Small Aircraft Transportation System (SATS).
15 tahun kemudian, taksi udara telah muncul kembali dan berkembang sebagai bagian dari kendaraan udara pribadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
NASA dalam situsnya menyebut bila taksi terbang buatannya memiliki konsep untuk menghemat waktu, kenyamanan, atau faktor lain. Sementara penumpang akan menikmati perjalanan yang singkat dari pada taksi taksi regular.
Taksi terbang tidak dikendalikan oleh pilot. Sama seperti drone, operator akan menerbangkan taksi terbang dari titik satu ke titik lainnya dari daratan.
Taksi terbang juga tidak membutuhkan ruang banyak saat hendak mengudara. Alat transportasi ini terbang layaknya drone, lepas landas secara vertikal ke atas atau sebaliknya saat hendak mendarat.
Taksi terbang yang akan digunakan di Indonesia adalah EHang 216. Perusahaan menyebutkan kendaraan ini sebagai Autonomous Aerial Vehicle (AAV) yang diproduksi Guangzhou EHang Intelligent Technology Co. Ltd dan berbasis di China.
EHang dirancang sebagai drone raksasa dengan 16 baling-baling pada 8 lengannya dan dapat terlipat. Kemudian saat parkir kendaraan ini hanya butuh ruang 5 meter.
Selain mengangkut orang untuk kebutuhan transportasi, taksi terbang juga dapat dioperasikan sebagai pengangkut logistik. Menurut perusahaan EHang juga menjadi taksi terbang yang sepenuhnya digerakkan dengan tenaga listrik.
Menurut rencana Prestige Motor, selaku operator akan melakukan uji coba terbang eHang pada bulan depan yang berlokasi di Bali. Perusahaan mengklaim sedang mempersiapkan perizinan ke instansi terkait.