Bantuan subsidi dan insentif dari pemerintah untuk kendaraan listrik tengah menjadi sorotan usai Anies Baswedan, bakal calon presiden pada Pemilu 2024 mengkritik kebijakan tersebut.
Anies menyebut pemberian subsidi bukan solusi untuk mengatasi masalah lingkungan, alih-alih justru memperburuk tingkat kemacetan.
"Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi," kata Anies.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sentilan Anies langsung direspons pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan seakan 'gerah' dengan kritik tersebut.
Apalagi pemerintah saat ini tengah gencar mempercepat pertumbuhan kendaraan listrik berbasis baterai. Menurut Luhut pemberian insentif untuk mobil listrik juga sudah melalui sejumlah studi.
Luhut mengatakan saat ini seluruh dunia menggalakkan program untuk mendorong kendaraan listrik. Dengan begitu, Indonesia tidak bisa semena-mena melawan arus.
"Mengenai mobil listrik sudah ada studi komprehensif. Saya kira seluruh dunia, bukan hanya kita. Jadi jangan kita lawan arus dunia juga. Siapa yang berkomentar saya tidak tahu, suruh dia datang ke saya, biar saya jelaskan bahwa itu tidak benar omongannya," ungkap Luhut.
Pemerintah mulai tahun ini memang membuat program bantuan subsidi dan insentif kendaraan listrik. Di antaranya subsidi sebesar Rp7 juta untuk setiap pembelian motor listrik baru dan motor konversi.
Sementara, untuk mobil listrik bantuannya berupa insentif diskon pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi hanya 1 persen dari seharusnya 11 persen bagi pembeli.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (LPEM FEB UI) Riyanto Umar memahami pemberian subsidi dan insentif itu untuk mengembangkan industri kendaraan listrik, namun belum akan membuat populasi mobil ramah lingkungan itu bertambah.
"Tentu manfaatnya untuk pengembangan pasar EV ya. Tapi dari sisi konsep subsidi memang subsidi tersebut tidak tepat sasaran," kata Riyanto saat dihubungi, Rabu (10/5).
"Karena pembeli mobil listrik orang yang mampu. Lain halnya untuk sepeda motor. Kalau ini disubsidi masih bisa diterima dan dipilih kelompok menengah bawah," imbuhnya
Ia juga mengaku pesimis, dan meyebut pemberian subsidi dari pemerintah untuk pembelian mobil dan motor listrik belum akan bisa mencapai target 15 juta kendaraan listrik mengaspal di Indonesia. Rinciannya, 2.195.000 mobil listrik dan 13 juta sepeda motor listrik yang mengaspal di jalanan Indonesia tahun 2030..
Menurut Riyanto target itu terlalu tinggi. Ia menyarankan pemerintah menurunkan target tersebut, karena saat ini harga kendaraan listrik masih terlalu mahal dan ekosistem pendukungnya belum terbentuk secara utuh.
Hal ini yang membuat konsumen masih berpikir ulang untuk mengadopsi kendaraan listrik di Tanah Air.
"Saya pesimis bisa dicapai, karena EV masih sangat mahal dan ekosistemnya belum terbentuk," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai Indonesia justru tertinggal dari negara lain soal subsidi dan insentif kendaraan listrik.
"Hampir semua negara yang mengembangkan kendaraan listrik memberikan insentif untuk EV, baik roda dua maupun roda empat," kata Fabby beberapa waktu lalu.
Ia juga mendukung pemberian subsidi motor listrik dari pemerintah. Pasalnya, kendaraan roda dua adalah jenis kendaraan angkut sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya kelompok berpenghasilan menengah ke bawah.
"Jadi, mendorong pengguna motor konvensional berpindah ke motor listrik saya kira tepat. Instrumen kebijakannya berupa insentif dimaksudkan untuk menutup kesenjangan harga antara motor konvensional dan motor listrik," ucapnya.
Perkembangan mobil listrik di Indonesia bisa dibilang terlambat dari negara lain. Bahkan di kawasan Asia Tenggara saja, perkembangan mobil listrik di Indonesia masih kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand, hingga Vietnam.
Pemerintah kemudian bergerak cepat dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle). Perpres ini diteken Presiden Joko Widodo pada 8 Agustus 2019.
Selain itu, pemerintah juga sudah menyiapkan peta jalan atau road map pengembangan mobil listrik di Indonesia. Mengutip Antara, peta jalan ini berisi target jumlah kendaraan listrik di Indonesia.
Meski terlambat, perlahan tapi pasti industri kendaraan listrik di Tanah Air mulai bergairah. Sejak Perpres terbit tahun 2019, sejumlah produsen otomotif berlomba-lomba menghadirkan mobil listrik.
Bahkan, pada 2022 Hyundai menjadi pionir sebagai perusahaan otomotif yang merakit mobil listriknya di Indonesia lewat Ioniq 5. Setelahnya baru menyusul Wuling yang memproduksi Air EV.
Penjualan mobil listrik juga meroket pada tahun 2022. Merujuk data wholesales Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) penjualan mobil listrik sepanjang tahun lalu mencapai 10.327 unit.
Jumlah penjualan itu melesat sekitar 1.403 persen jika dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencatatkan 687 unit penjualan sepanjang tahun 2021.
Wuling Air EV menjadi penguasa pasar mobil listrik berbasis baterai di Indonesia pada tahun 2022 dengan membukukan penjualan sebanyak 8.053 unit.
Wuling Motors ikut menanggapi kritik Anies soal subsidi dan insentif mobil listrik. Dian Asmahani, Brand and Marketing Direcotr Wuling Motors mengatakan saat ini banyak negara sudah memberikan insentif guna mendukung transisi dari mobil konvensional menuju mobil listrik.
"Banyak negara di seluruh dunia mendukung transisi ke mobil listrik dan memberikan insentif untuk membeli mobil listrik, karena emisi dari mobil listrik jauh lebih rendah dibandingkan dengan mobil yang menggunakan bahan bakar fosil sehingga diharapkan dapat memperbaiki kualitas udara," ucap Dian.
Dian juga mengatakan mobil listrik saat ini sudah menjadi tren global dan merupakan solusi berbagai negara dunia dalam menekan emisi dari sektor transportasi.
"Tren global menuju keberlanjutan dan penurunan emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Banyak negara di seluruh dunia telah menetapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka dan mobil listrik dianggap sebagai salah satu solusi penting untuk mencapai target tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Yusak Billy selaku Business Innovation and Sales & Marketing Director Honda Prospect Motor (HPM) menolak berkomentar banyak soal pernyataan Anies.
Ia hanya memastikan Honda baik secara global dan di Indonesia terus mengembangkan teknologi yang lebih hijau dan ramah lingkungan.
"Yang pasti, Honda fokus untuk mewujudkan visi untuk mengurangi emisi karbon melalui teknologi produk dan aktivitas perusahaan yang lebih ramah lingkungan. Kami juga akan menerapkan visi ini di Indonesia sesuai dengan kebijakan pemerintah, infrastruktur, dan kebutuhan konsumen," papar Billy.