Memahami Agama Jangan Setengah-Setengah

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Sabtu, 20 Feb 2016 10:34 WIB
Memahami agama jangan setengah-setengah, agar tak mudah dipengaruhi, dan pada akhirnya malah menimbulkan stigma negatif.
Ilustrasi (CNN Indonesia/Antara Photo/Feny Selly)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kehadiran ragam agama dan budaya di era modern menciptakan dua sisi yang berbeda, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Beragamnya rumah ibadah di suatu wilayah dan dijadikannya kegiatan akbar keagamaan sebagai hari libur nasional di berbagai negara merupakan sisi positif dari hadirnya ragam keagamaan, bahwa berbagai aktor sosial, dari individu hingga negara, menyambut baik kehadiran perbedaan dalam beragama.
 
Di sisi lain, pemahaman agama yang reduksial menyebabkan kemunculan sisi negatif agama. Setiap agama tentunya memiliki kitab atau pun sandaran bagi setiap kegiatan mereka. Pemahaman yang terlalu tekstual, faktor kepentingan, dan kurangnya dasar pengetahuan adalah di antara penyebab ‘tertundanya’ toleransi antar umat beragama di dunia. Lahirnya gerakan agama yang bersifat radikal merupakan dampak dari sebab-sebab di atas.

Gerakan radikal pada dasarnya akan melahirkan perasaan bagi masing-masing anggotanya bahwa agamanya adalah agama paling benar di antara agama yang lain. Selain itu, munculnya gerakan radikal juga didorong oleh romansa nostalgia, bahwa hampir setiap agama di Indonesia memiliki masa kejayaannya masing-masing. Romansa masa kejayaan ditambah perasaan superior terhadap agamanya akan menjadikan justifikasi bagi segala kegiatan kelompok-kelompok tertentu untuk mengajak ‘mereka yang berbeda agama’ agar ‘kembali ke jalan yang benar’.
 
Berbagai kalangan mencoba untuk mencari benang merah antara degradasi moral, seperti seks bebas dan narkotika, dengan agama. Bahwa semua itu disebabkan oleh hilangnya identitas keagamaan di masing-masing individu.

Dari hal tersebut, muncullah berbagai gagasan untuk menjadikan agama sebagai landasan negara. 

Pada dasarnya, agama tidak mengatur secara terperinci mengenai sistem kenegaraan. Agama tidak mewajibkan apakah suatu negara harus menganut demokrasi, kerajaan, ataupun berpaham sosialis. Agama hanya menekankan bahwa pemerintah harus bersikap adil terhadap seluruh elemen masyarakat. Harus ditekankan bahwa esensi dari setiap agama adalah untuk melahirkan kesejahteraan bagi setiap penganutnya, yang mana kehadiran kesejahteraan tersebut harus di dukung dengan toleransi antar umat beragama lainnya.

Terkait upaya memperkuat barisan gerakan tersebut, kerap kali dalil ataupun kata-kata dari para tokoh agama dimaknai sangatlah literalis. Sehingga, dalam usaha perekutan anggota mereka menjadikan dalil agama sebagai justifikasi terhadap tindakan yang mereka lakukan. Di sisi lain, mereka yang diincar untuk menjadi anggota gerakan tersebut adalah masyarakat kelas bawah, masyarakat yang memiliki nilai ekonomi rendah dan berpendidikan kurang, sehingga mereka dengan mudah menyetujui segala ajaran yang baru mereka terima.

Namun, mengapa banyak juga anak-anak muda yang turut terlibat dalam perekrutan anggota gerakan radikal?

Sering kali dikatakan bahwa masa remaja adalah masa pencarian jati diri dan para remaja cenderung akan mencari wadah ataupun sarana yang membiarkannya bebas untuk berekspresi. Pemuda, yang sedang mencari jati diri, ini sering kali langsung membenarkan segala hal yang diterimanya terkait agama tanpa melakukan studi komparatif. Misalnya, dalam Islam memang ada beberapa ayat yang bisa digolongkan ‘provokatif’ apabila hanyalah di pahami secara tekstual tanpa memahami sebab-sebab turunnya ayat dan konteks sosial pada zamannya.

Mereka yang terlanjur memahami agama dari sudut pandang tekstualis tidak akan berhenti hingga apa yang tertulis di dalam masing-masing kitab agamanya terlaksana. Mereka melupakan bahwa terdapat pula dalil-dalil dalam kitab mereka yang menganjurkan untuk menghormati perbedaan beragama. Mereka juga lupa bahwa esensi dari agama adalah untuk menyejahterakan umat manusia.

Islam, sebagai agama yang dikenal banyak melahirkan gerakan-gerakan radikal, dan para penganutnya harus memahami Islam dengan kaffah (sempurna). Ungkapan sempurna tersebut berarti memahami segala bidang keilmuan agama Islam untuk menafsirkan suatu dalil sebagai pembenaran terhadap kegiatan mereka.

Hal yang perlu dilakukan untuk menghindari pemahaman agama yang reduksial ini adalah menumbuhkan sikap kedewasaan dalam beragama yaitu dengan menganggap bahwa kegiatan keagamaan merupakan rangkaian dari kegiatan sosial. Pada hakikatnya, kegiatan keagamaan tidak akan mengganggu substansi dari agama lain, sehingga tidak akan mencampuri urusan keimanan.

Penting juga untuk menyadari kondisi Indonesia yang beragam dan pluralitas. Kehadiran berbagai suku dan budaya di Indonesia merupakan khazanah bangsa. Justru marwah Indonesia, sebagai negara yang kaya akan budaya, akan hilang ketika segala perbedaan ketika ingin disatukan. Perlu dipahami bahwa perbedaan bukanlah perpecahan, dengan kata lain, perbedaan tidak akan selalu berkonotasi negatif dan perbedaan inilah yang menjadikan Indonesia memiliki nilai lebih ketimbang negara lain. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER