Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan mengemukakan sejumlah catatan di balik keberpihakan mereka pada pemilihan kepala daerah tak langsung lewat DPRD. Salah satunya maraknya korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah sejak pilkada digelar langsung.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Taslim Chaniago menyatakan 85 persen kepala daerah tersangkut kasus korupsi. “Mereka menghabiskan dana yang tidak sedikit jumlahnya saat kampanye, dan akhirnya saat terpilih bukan sibuk mengurusi daerah tapi malah memikirkan balik modal,” kata dia kepada CNNIndonesia, Jumat (5/9).
Menurut Taslim, pilkada langsung juga memicu maraknya politik uang. “Pilkada makan banyak sekali biaya dan 'mengajarkan' rakyat untuk melakukan money politics. Padahal banyak kepala daerah yang dipilih langsung tidak maksimal bekerja,” ujar anggota Komisi III DPR itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taslim berpendapat, pemilihan kepala daerah lewat DPRD bukan berarti mencederai demokrasi Indonesia karena DPRD pun merupakan wujud keterwakilan rakyat.
Ketua DPP Pan Tjatur Sapto Edy mengatakan partainya semata-mata menginginkan efisiensi dan penghematan anggaran dengan mendukung kewenangan pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD seperti di masa sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin.
“Berapa banyak APBD terbuang sia-sia hanya untuk satu pemilihan kepala daerah. Padahal anggaran itu bisa untuk membangun daerahnya sendiri,” kata Tjatur.
Sementara PPP menyatakan sudah sejak lama mengusulkan moratorium atau penundaan pilkada langsung. Sikap politik PPP soal pilkada sesuai dengan rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional II PPP di Medan pada Januari 2012.
Sama seperti PAN, PPP juga menjadikan kasus korupsi oleh para kepala daerah sebagai alasan untuk meniadakan pilkada langsung. “Sembilan tahun pilkada langsung telah mengantarkan 292 atau 60 persen kepala daerah bermasalah secara hukum. Sebelumnya 60 tahun pilkada tak langsung, tidak banyak persoalan hukum berarti,” kata Sekjen PPP M. Romahurmuziy.
Selain itu, kata pria yang akrab disapa Rommy itu, pilkada langsung memerlukan biaya tinggi sehingga hanya calon kepala daerah bermodal besar yang bisa maju. “Akibatnya ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang,” ujar dia.
Pilkada langsung juga dinilai PPP rawan politik balas budi. Desa-desa yang memenangkan kepala daerah terpilih umumnya mendapat perhatian dan keuntungan program pembangunan lebih banyak.
Oleh sebab itu PPP mengklaim pilkada tak langsung bukan sebuah kemunduran demokrasi. “Sila keempat Pancasila memang disediakan untuk demokrasi perwakilan,” kata Rommy.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, Sabtu (15/2), menyatakan Kemendagri hingga Januari 2014 mencatat 318 dari total 524 kepala dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi.