Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah tetap ingin kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat meski mayoritas fraksi di DPR menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Pemerintah yakin segala kekurangan pilkada langsung dapat dibenahi.
“Posisi pemerintah sampai saat ini tetap menginginkan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih langsung,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam negeri Djohermansyah Djohan sebelum rapat kerja Rancangan Undang-Undang Pilkada di Komisi II DPR, Jakarta, Selasa (9/9).
Djoher membenarkan pilkada langsung kerap diwarnai oleh praktik politik uang akibat biaya mahal yang dibebankan kepada para kandidat. Dampaknya, banyak kepala daerah yang terjerat kasus hukum setelah menang pilkada. Mereka korupsi agar bisa 'balik modal' sebab sudah habis-habisan mengeluarkan dana untuk kampanye pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemendagri mencatat, 332 dari 524 tersandung kasus hukum. “Lebih dari 60 persen,” kata Djoher. Untuk itu ia menyatakan harus ada perbaikan ke depannya agar hal tersebut tak terulang.
Cara untuk menekan praktik politik uang dan korupsi kepala daerah, ujar Djoher, misalnya dengan membuat aturan agar dana kampanye dibuat semurah mungkin. Selain itu, pilkada langsung harus digelar serentak untuk menghemat anggaran negara.
“Dengan dana kampanye murah dan pilkada serentak, maka pilkada langsung dapat dipertahankan,” kata Djoher.
Peraih gelar Doktor dari Universitas Padjajaran itu mengakui pada awal pengajuan draf RUU Pilkada ke DPR, pemerintah justru menghendaki pilkada digelar tak langsung lewat DPRD. Namun di tengah prosesa pembahasan, pemerintah berubah sikap mengikuti kehendak sebagian besar masyarakat.
“Masyarakat tetap ingin pilkada langsung. Jalan keluarnya pilkada langsung kita perbaiki,” kata Djoher.
Pemerintah akan berupaya sekuat tenaga agar RUU Pilkada dapat disahkan menjadi Undang-Undang sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014 berakhir 30 September. “Pembahasan RUU Pilkada sudah melewati sepuluh kali masa sidang sejak Juli 2012. Apalagi tahun 2015 ada 214 pilkada yang akan kita selenggarakan,” ujar Djoher.
Jika RUU Pilkada tak disahkan dan perbaikan tak segera dilakukan, Djoher memprediksi kasus korupsi kepala daerah meningkat drastis tahun depan. “Bisa tembus 400 kepala daerah yang kena kasus korupsi,” kata dia.
Saat ini ada enam fraksi di DPR menghendaki pilkada oleh DPRD. Mereka adalah Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP yang tergabung dalam koalisi Merah Putih. Sementara tiga fraksi sisanya –PDIP, PKB, Hanura, ingin pilkada langsung dipertahankan.
Semula mayoritas fraksi di DPR sesungguhnya mendukung pilkada langsung. Namun saat rapat konsinyering Panitia Kerja RUU Pilkada dengan Kemendagri 1-3 September usai Pemilu Presiden, sejumlah fraksi berbalik arah dan meminta pilkada dilakukan oleh DPRD. Terakhir, Kamis (4/9), PKS yang menyetujui pilkada langsung pun berubah sikap mengikuti para koleganya di koalisi Merah Putih.
KPK menilai pilkada tak langsung berpotensi membuat kepala daerah menjadi mesin uang anggota DPRD setempat. Praktik suap-menyuap bisa makin subur. Pengusaha atau korporasi dapat dengan mudah menyogok anggota DPRD agar kepentingannya diloloskan, dan anggota DPRD lebih leluasa memeras kepala daerah.