Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak peduli dengan perebutan kursi wakil gubernur DKI Jakarta. Posisi wakil gubernur DKI akan kosong ketika Ahok, sapaan Basuki, naik jabatan menjadi gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang bakal dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober.
Saat ini Gerindra dan PDI Perjuangan sebagai partai pengusung Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2012 sama-sama mengicar kursi wakil gubernur. PDIP disebut akan memajukan Boy Bernardi Sadikin, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP DKI Jakarta sekaligus putra mantan gubernur DKI Ali Sadikin. Sementara Gerindra belum menyebut nama spesifik.
Namun Ahok tak ambil pusing dengan nama-nama calon wakilnya yang beredar itu. “Terserah mereka mau berebut. Emang
gue pikirin,” kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (12/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahok yang mundur dari Gerindra, Rabu (10/9), mengatakan lebih baik memimpin Jakarta sendirian ketimbang harus didampingi wakil gubernur hasil 'kawin paksa' yang tak sepaham dengan visinya membangun ibu kota.
Ahok bahkan berniat untuk tidak menandatangani surat keputusan penetapan wakil gubernur DKI Jakarta jika ia tak setuju dengan wakilnya itu. “Kalau nggak mau saya nggak usah tanda tangan. Pusing amat,” kata mantan bupati Belitung Timur itu.
Rabu (9/10), Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo menyatakan partainya akan terus mendukung Ahok menyelesaikan kepemimpinannya di Jakarta. PDIP menyebut kadernya yang akan diajukan untuk mendampingi Ahok adalah orang Jakarta, lahir di Jakarta, dan paham isu Jakarta.
PDIP pun siap berada di belakang Ahok jika pria kelahiran 1966 itu nantinya mendapat hambatan signifikan di DPRD DKI Jakarta dalam meloloskan program-programnya, menyusul pengunduran dirinya dari Partai Gerindra.
Ahok mundur dari Gerindra karena menentang sikap Gerindra yang ingin pemilihan kepala daerah langsung, dihapuskan. Menurut Ahok, Jokowi dan dia tak mungkin terpilih memimpin Jakarta bila kepala daerah dipilih DPRD. Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI 2012 hanya didukung dua partai, PDIP dan Gerindra, sehingga mereka sulit menang apabila pilkada dilakukan di DPRD yang dikuasai partai-partai pendukung rival mereka.