Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesian Parliamentary Center (IPC) mengkritisi pengesahan Undang-Undang Tata Tertib DPR RI. IPC menilai UU Tatib disusun dengan terburu-buru dan tidak melibatkan publik.
“Hanya 11 hari pengerjaan dan publik tak dilibatkan dengan baik,” kata peneliti IPC Ahmad Hanafi, Rabu (17/9). Menurutnya meski Tatib mengatur internal DPR, publik berhak berpartisipasi dalam pembahasannya. Pasalnya anggota DPR yang diatur dalam Tatib itu adalah para wakil rakyat.
“Masyarakat sebagai pemberi mandat seharusnya mengetahui, memantau, dan memberi masukan saat proses pembuatan UU tersebut,” ujar Ahmad. Bila tidak, kata dia, Tatib DPR berpotensi mengebiri hak-hak partisipasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
UU Tatib mengatur mekanisme pelaksanaan pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPR RI yang juga dibahas dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Sementara UU MD3 sebagai aturan induk UU Tatib justru masih diperkarakan di Mahkamah Konstitusi.
“Belum ada putusan MK untuk menolak atau mengabulkan permohonan tersebut. Tak pantas rasanya DPR terburu-buru mengesahkan Tata Tertib,” ujar Ahmad. Menurutnya, masih ada waktu hingga masa purna tugas DPR akhir September ini.
“Mengabaikan proses
judicial review sama saja artinya dengan memberikan peluang bagi DPR periode mendatang untuk mengubah Tata Tertib, dan ini membuka peluang pula bagi proses transaksional yang akan merugikan publik,” kata Ahmad.
Dalam proses pengesahan Tatib DPR, Selasa (16/9), Fraksi PDIP dan PKB
walkout dari sidang paripurna. Kedua partai yang tegabung dalam koalisi pendukung Jokowi-JK menilai pengesahan harus menunggu putusan MK. Sementara partai koalisi Merah Putih kompak mendukung pengesahan UU Tatib tersebut.
Saat ini uji materi yang diajukan PDIP ke MK masih dalam proses pembahasan oleh majelis hakim. PDIP menggugat pasal 84, pasal 97, pasal 104, pasal 109, pasal 115, pasal 121, dan pasal 152. Dalam pasal tersebut, aturan pemilihan pimpinan DPR tidak lagi diberikan secara langsung pada partai pemenang pemilu legislatif. Pemilihan ketua DPR menganut sistem paket yang diajukan oleh lima fraksi untuk posisi satu ketua dan empat wakil ketua.
Menilik koalisi partai dalam peta legislatif kali ini, koalisi Merah Putih memenuhi standar lima fraksi karena mereka didukung oleh Fraksi Demokrat, Golkar, Gerindra, PAN, PPP, dan PKS. Kelimanya dapat mengajukan satu nama untuk lima posisi pimpinan DPR. Sementara kubu Jokowi-JK yang diusung PDIP hanya didukung oleh tiga fraksi yakni PKB, Hanura, dan NasDem.
Menurut PDIP, UU Tatib bertentangan dengan Pasal 82 ayat 1 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 sebelum direvisi yang menetapkan pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua yang berasal dari partai pemenang pemilu.
Pada pemilu legislatif April lalu, merujuk pada surat keputusan KPU Nomor 411/KPTS/KPU/2014, PDIP mendulang suara terbanyak dan memperoleh 109 kursi DPR. Maka PDIP mengklaim hak konstitusionalnya telah dirugikan dengan adanya UU MD3 baru tersebut.