Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Golkar berharap terpecahnya suara Demokrat dan kubu PDIP dalam mendukung pilkada langsung berbuah manis bagi Koalisi Merah Putih yang mendukung pilkada tak langsung lewat DPRD.
“Usulan Demokrat kan ditolak PDIP. Jadi kami menunggu kejutan dari Partai Demokrat dalam paripurna,” kata Wasekjen Golkar Tantowi Yahya di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9).
Demokrat berkeras mengusung draf pilkada langsung versi mereka sendiri yang memuat sepuluh perbaikan mekanisme pilkada langsung. Niat Demokrat mengajukan draf ketiga dilatarbelakangi penolakan terhadap satu dari sepuluh syarat yang mereka ajukan dalam mendukung pilkada langsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarat itu adalah aturan uji publik atas calon kepala daerah. Uji publik ini memberikan kewenangan kepada tim penguji untuk memutuskan apakah bakal kandidat kepala daerah lolos atau tidak menjadi calon kepala daerah.
Syarat tersebut ditolak pemerintah dan fraksi lain karena dianggap berpotensi menjegal calon kepala daerah dan justru rawan politik uang. “Aturan itu membuat calon bisa 'bermain' untuk mendapatkan surat lolos uji publik. Uji publik ini rentan dibayar,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Sampai saat ini lobi Demokrat dan PDIP belum membuahkan hasil. Bila kedua partai tak juga sepakat untuk menyatukan draf mereka, maka kemenangan berada di tangan Koalisi Merah Putih yang terdiri dari Golkar, Gerindra, PKS, PAN, dan PPP.
Bila solid, koalisi Prabowo dengan draf pilkada tak langsungnya akan menghimpun 237 suara di DPR dengan rincian Golkar menyumbang 106 suara, PKS 57 suara, PAN 46 suara, PPP 38 suara, dan Gerindra 26 suara.
Sementara draf pilkada langsung versi Panitia Kerja didukung oleh total 139 anggota DPR dengan rincian PDIP menyumbang 94 suara, PKB 28 suara, dan Hanura 17 suara. Terakhir, draf pilkada langsung versi Demokrat didukung 148 suara, seluruhnya dari fraksi itu sendiri, yang menguasai kursi terbesar di DPR saat ini.