Jakarta, CNN Indonesia -- Posisi Kepala Staf Kantor Presiden adalah jabatan yang sangat berkuasa bila mengacu pada praktik tata negara di Amerika Serikat. Kalau Presiden Joko Widodo hendak meniru konsep itu, maka sebaiknya ada penyesuaian dalam Kabinet Kerja.
Pengamat politik Saiful Mujani mengatakan, di Amerika Serikat posisi Kepala Staf Gedung Putih mempunyai peran politik dan administrasi. Bisa disebut sebagai orang berkuasa nomor tiga setelah Presiden dan Wakil Presiden.
“Dia itu orang yang sangat dipercaya presiden dan betul-betul sangat kompeten,” kata pendiri Saiful Mujani Research and Consulting itu di Jakarta, Selasa (28/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi dalam tata pemerintahan Amerika Serikat, tak ada posisi Menteri Sekretaris Negara atau Sekretaris Kabinet, soalnya fungsi kedua lembaga berada di tangan Kepala Staf Gedung Putih.
“Kalau nanti di kita ada (Kepala Staf Kepresidenan) dan Mensesneg juga ada, itu akan tumpang tindih. Posisi Kepala Staf menjadi tidak penting. Kesannya kita terlihat hanya coba-coba saja meniru konsep Gedung Putih," kata Saiful.
Terkait wacana Kepala Staf ini, Saiful menilai pemerintahan Jokowi membutuhkan sebuah lembaga yang bisa menjadi poros penghubung antara pemerintah dengan lembaga-lembaga negara di luar pemerintah seperti DPR. Tugas lembaga itu antara lain bernegosiasi untuk setiap program yang membutuhkan persetujuan lembaga di luar pemerintahan. (Baca:
Daftar Nama Menteri Kabinet Kerja Jokowi)
Kalau itu nanti menjadi tugas Kepala Staf Kepresidenan, maka fungsinya selain administratif, juga politis. Kepala Staf akan membawahi Mensesneg dan Sekretaris Kabinet. Oleh sebab itu posisi Kepala Staf Kepresidenan harus ditempati sosok yang senior, lebih dihormati, dan berpengaruh.
Disinggung soal munculnya nama Jenderal (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan sebagai salah satu kandidat, Saiful menganggap eks Komandan Pusat Pendidikan Komando Pasukan Khusus TNI AD itu layak.
“Sekelas Pak Luhut itu cocok. Dia itu pernah menjadi menteri dan jenderal bintang empat juga,” katanya. “Dari semua orang yang dekat dengan Pak Jokowi, yang mempunyai kemampuan seperti itu ya beliau," imbuh Saiful.
Tapi Luhut sendiri mengatakan belum tahu siapa yang bakal ditunjuk untuk posisi tersebut. Dia enggan berkomentar soal kabar bahwa dia adalah kandidat kuat.
“Saya enggak tahu. Kita lihat saja nanti,” ujar mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan era Abdurrahman Wahid itu, kepada CNN Indonesia. (Baca
Luhut: Belum Ada Kepala Staf Kepresidenan)
Ketika ditanya soal kesiapannya jika ditunjuk menjadi Kepala Staf Kepresidenan, Luhut pun memberikan jawaban serupa. “Saya tak mau berandai-andai. Nanti kita lihat,” ujarnya.
Butuh Persetujuan DPRSaiful berpendapat apabila Jokowi membentuk Kepala Staf Kantor Kepresidenan, maka perlu komunikasi dan persetujuan dari DPR. “Karena itu berhubungan dengan anggaran lembaga,” katanya. Apalagi keberadaan lembaga Kepala Staf Kepresidenan belum diatur dalam perundang-undangan.
Seharusnya, kata Saiful, Presiden Jokowi membentuk jabatan itu dari awal, bukan di tengah jalan saat Kabinet Kerja sudah dilantik. Kalau begini, bisa ada kesan bahwa jabatan itu hanya untuk menampung orang-orang.
“Saya heran kenapa Tim Transisi tidak mendesain itu dari awal,” ujarnya.
Mantan Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto mengatakan Kepala Staf Kepresidenan baru akan dibentuk pada Februari 2015. Sebab Presiden Jokowi masih perlu mempersiapkan banyak aturan main untuk membentuk lembaga itu.
Jokowi, ujar Andi pada Senin (27/10), akan meminta masukan dari Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.