Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid, meminta para legislator Koalisi Indonesia Hebat di parlemen untuk berpikir rasional dan berpegang pada hukum. Ini menyusul munculnya pimpinan DPR sementara dan sidang paripurna tandingan.
Hari ini, Senin (3/11), pimpinan DPR sementara berencana menggelar rapat konsultasi dengan para ketua fraksi untuk memusyawarahkan pembagian kursi pimpinan komisi. KIH juga akan menyertakan Koalisi Merah Putih dalam pengaturan komposisi kursi pimpinan komisi versi mereka.
Hal tersebut dikritik oleh Hidayat. “Presiden Jokowi saja mengakui pimpinan DPR yang dilantik Mahkamah Agung. Dia kan mengirim surat (permohonan pertimbangan atas perubahan nomenklatur kementerian) kepada DPR yang diketuai Setya Novanto,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu kepada CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hidayat menyatakan, menjadi pimpinan DPR adalah peristiwa hukum dengan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sebagai landasan. “Yang mengatur semua itu UU MD3 yang sudah disepakati DPR periode sebelumnya. Mahkamah Konstitusi juga sudah memutuskan untuk
menolak gugatan PDIP soal UU MD3. UU ini mengikat,” ujar dia.
Pimpinan DPR sementara, paripurna tandingan, dan pemilihan pimpinan komisi tandingan, menurut Hidayat telah keluar dari jalurnya. “Itu sudah melampaui batas. Biarkan rakyat menilai siapa sesungguhnya membuat pemerintah tersandera,” kata Hidayat.
Dia membantah Koalisi Merah Putih menutup pintu musyawarah untuk KIH. “Rapat paripurna kami mundurkan sampai empat kali untuk bermusyawarah. Kecuali jika musyawarah yang mereka maksud adalah menuruti keinginan kubu PDIP,” ujar Hidayat.
Kubu PDIP menilai pimpinan DPR Setya Novanto cs telah bertindak semena-mena. “Mereka (pimpinan DPR) menggunakan rule of man, bukan rule of law,” ujar legislator PDIP Aria Bima. Menurutnya, pengambilan keputusan soal pimpinan komisi seharusnya dihadiri oleh lebih dari separuh anggota dan fraksi. Namun pimpinan DPR tetap mengesahkan pimpinan komisi dalam rapat yang hanya dihadiri oleh Koalisi Merah Putih.
Sementara koalisi Prabowo menyatakan pemilihan pimpinan komisi tetap digelar karena KIH tidak juga menyerahkan susunan anggota mereka untuk tiap alat kelengkapan dewan, dan kubu PDIP itu sendiri yang memilih untuk tidak menghadiri rapat pemilihan pimpinan komisi. Alasan lainnya, rapat tepat memenuhi kuorum dengan kehadiran Fraksi PPP kubu Suryadharma Ali.
Terhadap argumen itu, kubu PDIP menyatakan mereka tidak menghadiri pemilihan pimpinan komisi karena pimpinan DPR tidak merespons surat mereka yang berisi permintaan untuk memusyawarahkan pembagian jatah kursi pimpinan komisi. Balas-membalas argumen tersebut membuat kisruh DPR bagai lingkaran setan.
Hidayat menyatakan mekanisme pengambilan keputusan di parlemen memang ada dua. “Kalau tidak bisa musyawarah, ya voting,” ujarnya. Oleh sebab itu, menurut dia tidak ada yang salah dengan sistem di DPR.
DPR pun, kata Hidayat, bisa tetap bekerja dan berjalan. Rapat-rapat dengan pemerintah, termasuk menteri-menteri, tetap bisa dilakukan. “Asal rapat memenuhi kuorum, tak ada hambatan,” ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sabtu (1/11), menyatakan masih menaruh harapan kepada DPR untuk bisa menyelesaikan pertikaian internalnya lewat musyawarah. “Kalau tidak bisa, tentu pemimpin negara harus ikut serta (mencari solusi). Tapi sementara ini, sampai minggu depan, teman-teman DPR berusaha musyawarah dulu,” kata dia.
Politikus senior Golkar itu berharap tak ada DPR tandingan. “Persatuan hanya bisa dicapai dengan musyawarah yang baik dan adil,” ujar Kalla.
Sementara Presiden Joko Widodo sejak pekan lalu telah meminta dua kubu yang terbelah di DPR untuk segera mencari solusi politis. "Supaya pilar-pilar kenegaraan bisa langsung berfungsi secara utuh untuk menjalankan perannya masing-masing," kata Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, mengutip ucapan Jokowi, Kamis (30/10).