Jakarta, CNN Indonesia -- Fraksi Partai Keadilan Bangsa di Dewan Perwakilan Rakyat menanggapi santai wacana interpelasi yang semakin kencang bergulir karena kebijakan Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar.
"Interpelasi kebijakan kenaikan BBM hanya sekadar untuk meminta penjelasan secara formal," ujar Ketua Fraksi PKB Muhammad Lukman Edy di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/11).
"Agar penjelasan komprehensif itu bisa menjadi landasan untuk membuat kebijakan lain yang mengikuti kebijakan menaikkan harga BBM," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adanya kekhawatiran interpelasi tersebut dapat berujung pada usaha pemakzulan. Menurut Lukman, pemakzulan lebih susah dicapai daripada perubahan Undang-Undang Dasar.
"Presiden (hanya) bisa dimazulkan kalau melakukan pelanggaran berat seperti pengkhianatan atau korupsi. Tentang kebijakan yang ada alasan logis untuk keperluan rakyat, itu tidak bisa dimakzulkan," ujar Lukman.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Golongan Karya Bambang Soesatyo mengatakan Koalisi Merah Putih akan menggelar rapat Senin siang ini untuk mematangkan rencana interpelasi terhadap pemerintahan Jokowi.
Jika Jokowi sendiri tidak dapat hadir, partai-partai dalam Koalisi Merah Putih (KMP) berharap akan dapat mendatangkan menteri Kabinet Kerja untuk memberi penjelasan atas kenaikan harga BBM.
Beberapa politikus KMP telah menekankan adanya alternatif yang bisa diambil selain menaikkan harga BBM, antara lain mengarahkan subsidi BBM kepada yang lebih memerlukan dan juga dicarinya sumber daya yang dapat diperbarui.
Kebijakan kenaikan harga BBM mengundang protes keras dari sejumlah fraksi di KMP, di antaranya Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS. Sedangkan PPP memilih mendukung kenaikan harga BBM dan tidak menggunakan hak interpelasi.
Hak interpelasi adalah hak DPR RI untuk meminta keterangan pemerintah terkait dengan kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hak interpelasi ini bisa digunakan setelah ditandatangi minimal oleh 20 orang anggota DPR sebelum nantinya akan dibahas dalam Rapat Paripurna DPR RI.