Jakarta, CNN Indonesia -- Dualisme di tubuh Partai Golkar belum menemukan jalan keluar. Hingga kini, partai beringin yang namanya besar di era Orde Baru memiliki dua ketua umum yang saling klaim keabsahan, yakni Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono.
Menurut Direktur Riset Akbar Tandjung Institute Alfan Alfian, perpecahan di tubuh Golkar yang tak kunjung reda telah menimbulkan dampak besar pada popularitas partai. Konflik tersebut telah menjatuhkan pamor Golkar sebagai salah satu partai besar yang punya pengaruh di kancah perpolitikan Indonesia.
"Secara logika, konflik yang melanda partai politik selalu berdampak pada popularitas. Hal ini tentu merugikan partai," ujar Alfan saat ditemui di bilangan Cikini, Jakarta, Ahad (1/2).
Terbelahnya partai Golkar menjadi dua kubu, kata Alfan, telah membingungkan masyarakat. Publik kemungkinan besar akan berpikir ulang untuk menjatuhkan pilihannya kepada partai yang dilanda konflik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Alfan, saat ini ada dua skenario yang mandeg karena belum dijalani oleh kubu Ical dan Agung. "Dua skenario itu adalah
win-lose dan
win-win solution," ujar Alfan.
Win-lose solution adalah upaya pemecahan solusi konflik dualisme dengan cara menempuh jalur hukum. Kedua pihak yang berseberangan bisa mencari penyelesaian di pengadilan untuk mencari jalan keluar.
"Dengan cara
win-lose solution, pengadilan bisa memutuskan secara formal
de jure siapa pengurus partai yang sah. Artinya pihak yang kalah akan tersingkir," kata Alfan.
Sementara
win-win solution merupakan pencarian jalan keluar dangan cara bermusyawarah. Musyawarah Nasional Golkar sebetulnya ajang yang bisa dimanfaatkan untuk mencari solusi dualisme. Namun arogansi dua kubu terlalu tinggi sehingga membuat sia-sia upaya rekonsiliasi yang digagas Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Akbar Tandjung.
"Dengan kata lain win-lose solution adalah skenario paling nyata sebagaimana yang dikehendaki Ical dan Agung. Tapi sampai saat ini upaya itu masih menggantung," ujar Alfan.
(rdk/sip)