Jakarta, CNN Indonesia -- Isu reshuffle Kabinet Kerja makin kuat setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan reshuffle akan dilakukan dalam waktu dekat ini untuk meningkatkan kinerja kabinet.
Dalam wacana itu, pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto menilai ada tiga menteri yang layak dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi untuk dievaluasi menilik dari kinerjanya selama enam bulan ini. Waktu enam bulan, jelas Nico, cukup untuk Jokowi melakukan evaluasi tahap pertama atas kerja menterinya. (Baca juga:
KIH Ajukan Usul Reshuffle Menteri kepada Jokowi Pekan Ini)
Kementerian Perdagangan, sebut Nico, layak untuk dievalusi oleh Jokowi. Menurut Nico, Kementerian Perdagangan dibawah Rachmat Gobel, kurang mampu menjaga stabilitas harga-harga kebutuhan pokok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu yang terasa, ungkap Nico adalah naiknya harga beras di saat panen. Selain BBM, beras, disebut Nico sebagai barang penting di Indonesia, Kenaikan harga beras ini, sayangnya, tidak cepat diantisipasi oleh Kementerian Perdagangan. “Saya menilai, Menteri Perdagangan layak untuk dievaluasi,” ujar Nico saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (5/5). (Baca juga:
Menko Sofyan Bela Kinerja Menteri Bidang Ekonomi)
Selain gejolak harga barang-barang pokok, Nico menyebut, dalam enam bulan pemerintahan Jokowi, juga dipenuhi dengan ketegangan di bidang hukum. Salah satu yang terasa sampai saat ini adalah ketegangan antara KPK dengan Polri. Ketegangan yang dipicu oleh penetapan tersangka KPK terhadap Komisaris Jenderal Budi Gunawan sesaat setelah dia disebutkan Jokowi sebagai calon Kapolri.
“Konflik KPK Polri ini belum juga berakhir. Saya melihat Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno kurang inisiatif dan terobosan untuk menyelesaikan konflik ini. Padahal, dia juga kan Ketua Kompolnas. Konflik Ini kan berpengaruh pada penegakan hukum di Indonesia. Jokowi patut mempertimbangkan untuk mengevaluasinya,” ungkap Nico. (Baca juga:
Soal Reshuffle, Jokowi Disebut Sudah Punya Target Sendiri)
Yang ketiga, tutur Nico, selain ketegangan hukum, semester pertama pemerintahan Jokowi juga ditandai dengan ketegangan politik antara Jokowi dengan partai-partai pendukungnya maupun dengan partai-partai yang ada di parlemen. Ketegangan ini dilihat oleh Nico karena ada menteri strategis di Jokowi yang harusnya bisa menjembatani itu, tetapi malah menjadi beban politik bagi Jokowi.
“Komunikasi dengan partai politik dan parlemen itu kan mestinya baik dan Sekretaris Kabinet bisa menjadi penghubung pihak politik dengan Jokowi. Sayangnya, saya melihatnya Seskab Andi Widjojanto jadi beban politik bagi Jokowi. Mungkin bisa direposisi,” ujarnya. (Baca juga:
Seskab Sebut Komunikasi Politik Presiden Bukan Kewajibannya)
Sebelum JK menyebutkan bakal melakukan reshuffle kabinet, hasil survei terkait kinerja pemerintahan yang menurun juga menjadi pemicu kabar reshuffle. Lembaga jajak pendapat Poltracking merilis hasil survey terbaru pertengahan April lalu, tentang kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
Poltracking menyebut, sebanyak 48,5 persen narasumber mereka menyatakan tidak puas pada hasil kerja sementara Kabinet Kerja. Angka ketidakpuasan tersebut lebih rendah dibandingkan presentase narasumber yang menyatakan puas terhadap pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yakni 44 persen.
Direktur Eksekutif Poltracking Hanta Yudha mengatakan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Kabinet Kerja ini merupakan yang terendah dalam enam bulan terakhir. "Kalau kami tracking, ini yang terendah. Survey-survey sebelumnya, kepuasan pada pemerintah belum ada yang di bawah 50 persen," ujarnya.
Hanta mengemukakan, berdasarkan jajak pendapat terhadap 1.200 responden itu, kekecewaan masyarakat paling besar merujuk pada kinerja pemerintah di bidang ekonomi, yakni sebanyak 52,2 responden. Ini setidaknya disebabkan tiga hal, yaitu instabilitas dan fluktuatifnya harga bahan pokok, kenaikan harga bahan bakar minyak serta daya beli masyarakat yang menurun akibat tidak meningkatnya penghasilan mereka. (Baca juga:
Kepuasan atas Kinerja Jokowi-JK Capai Titik Terendah)
Terkait penghasilan, Poltracking juga memotret kecenderungan masyarakat yang tidak mengalami kenaikan penghasilan sejak setahun lalu.
Dalam data survey itu terlihat, sebanyak 55 persen responden mengaku penghasilan rumah tangga mereka tidak berbeda dengan tahun lalu. Bahkan, mayoritas dari mereka juga pesimis pengasilan rumah tangga mereka sama melonjak tahun depan.
Tidak hanya ekonomi, Poltracking juga mencatat ketidakpuasan masyarakat pada pemerintah di dua bidang lain, yaitu keamanan serta hukum dan pemberantasan korupsi.
Faktor ketidakpuasan itu tak jauh dari konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri, merebaknya gerakan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) dan maraknya aksi pencurian dengan kekerasan alias begal di jalanan.
Baca FOKUS:
Utak Atik Rombak Menteri Jokowi (hel)