Jokowi Minta Daerah Segera Anggarkan Dana Pilkada dan NPHD

Resty Armenia | CNN Indonesia
Selasa, 02 Jun 2015 13:53 WIB
Jokowi telah menginstruksikan pemerintah daerah untuk seraga melakukan penganggaran dan menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah untuk pilkada.
Presiden Joko Widodo melambaikan tangan kepada para siswa siswi Sekolah Dasar (SD) saat menghadiri Grounbreaking jalan tol Palembang-Indralaya (Palindra) dijalan lingkar selatan. Palembang. Sumsel. Kamis (30/4). (Antara Foto/Nova Wahyudi)
Solo, CNN Indonesia -- Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo segera menyiapkan sistem pendukung pelaksanaan pilkada.

"Jadi Presiden meminta agar seluruh sistem pendukung pelaksanaan pilkada itu disiapkan segera, baik itu yang harus disiapkan di pusat maupun yang harus disiapkan oleh pemerintah daerah," ujar Pratikno ketika ditemui di The Sunan Hotel, Solo, Jawa Tengah, Selasa (2/6).

Oleh sebab itu, imbuh dia, belakangan Menteri Tjahjo aktif mendesak pemerintah daerah-daerah yang belum melakukan persiapan pilkada dengan baik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal jadi atau tidaknya revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pratikno mengaku belum mendapatkan informasi lebih lanjut dari Tjahjo. Yang jelas, ucap dia, Presiden menyatakan bahwa implementasi undang-undang tersebut harus dilakukan sesuai dengan rencana semula.

"Jadi mengenai detail bagaimana support system-nya itu diperintahkan kepada Mendagri, termasuk kemarin masalah anggaran dan lain-lain kan Mendagri diminta untuk segera mengajak daerah-daerah yang belum menganggarkan untuk segera menganggarkan, yang belum menandatangani NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) itu juga segera. Dan Mendagri sudah menindaklanjuti hal tersebut," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mendukung revisi UU Pilkada. Alasannya, undang-undang belum mengatur keikutsertaan partai yang tengah bersengketa dalam gelaran politik tersebut.

"Revisi itu perlu memang diperlukan karena ada kekosongan. Sekarang ada Golkar dan PPP sebagai parpol yang bersengketa. Dalam undang-undang tidak diatur bagaimana partai politik yang bersengketa untuk mencalonkan calon dalam pilkada, yang mana yang diakui," kata Fadli di kawasan Cikini, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, usulan dari pihak legislatif tersebut harus segera ditindaklanjuti. "Tapi kalau sampai sekarang pemerintah belum mau menerima itu, risikonya ada di permintah. Pemerintah harus bertanggungjawab kalau ada konflik dalam Pilkada," ujar dia.

Potensi konflik akibat partai yang bersengketa diyakini akan timbul lantaran nihilnya payung hukum. Fadli Zon pun berharap pemerintah untuk segera merespons desakan tersebut dengan menyetujui untuk mengubah undang-undang. "Kita harapkan pemrintah bisa melihat dengan jernih masalah-masalah yang ada," kata dia.

Merujuk Peraturan KPU Nomor 9/2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, calon kepala daerah harus diajukan oleh partai politik yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Apabila Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM menjadi obyek sengketa, maka putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) menjadi pedoman.

Selain itu, Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai Politik menegaskan apabila penyelesaian konflik internal partai tidak tercapai, penyelesaian dilakukan melalui pengadilan negeri. Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

Untuk diketahui, KPU telah menetapkan waktu pendaftaran calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik, yakni pada tanggal 26-28 Juli 2015 mendatang. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER