Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengimbau para anggota dewan untuk menghargai dan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 33/PUU-XIII/2015 menganggap aturan yang melarang seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana bertentangan dengan konstitusi.
Setya pun mengatakan putusan MK itu bersifat final. "Enggak bisa diubah. Harus dijalankan," ucapnya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/7).
Dengan dianulirnya larangan itu, maka keluarga sedarah dari kepala daerah seperti ayah dan anak, suami dan istri dapat turut mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam Pilkada yang akan dilakukan secara serentak pada 9 Desember 2015 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, pendaftaran pasangan calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum akan dilakukan pada 26-28 Juli mendatang. Politikus Partai Golkar ini mengatakan proses-proses di daerah pun telah mengerucut.
Oleh karena itu, ia pun mengharapkan tidak adanya lagi perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Imbauan itu pun disampaikan agar Pilkada berjalan dengan baik.
"Saya harapkan DPR tidak perlu merevisi (UU Pilkada)," ujar Setya.
Diketahui, permohonan pengujian undang-undang ini dimohonkan seorang anggota DPRD Kabupaten Gowa bernama Adnan Purichta Ichsan yang juga berstatus anak Bupati Gowa saat ini, Ichsan Yasin Limpo. Adnan kini tengah menjajaki jalan untuk mencalonkan diri menjadi calon bupati Gowa dari Partai Golkar.
Pasal 7 huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada sebelumnya memberikan beberapa batasan definisi frasa 'tidak memiliki konflik kepentingan', antara lain, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu.
Sebelumnya, aturan pasal 7 huruf f tidak berlaku jika sang petahana telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
Dalam persidangan siang tadi, para hakim MK memutuskan, Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.
Pasal itu mengatur dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
(pit)