Kisah Dinasti Fuad: Korbankan Istri Muda demi Putra Mahkota

Aulia Bintang Pratama, Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Kamis, 09 Jul 2015 08:05 WIB
Absolute power corrupts absolutely. Ini salah satu alasan larangan calon kepala daerah punya konflik kepentingan dengan petahana. Aturan itu kini dianulir MK.
Fuad Amin ketika hendak diperiksa di Gedung KPK, Jakarta. (ANTARA/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Upaya mencegah maraknya politik dinasti di tanah air kandas setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa aturan yang melarang seorang calon kepala daerah memiliki konflik kepentingan dengan petahana bertentangan dengan konstitusi.  (Baca: MK Anulir Larangan Politik Dinasti di Pilkada)
 
Putusan MK itu keluar diketok palu pada Rabu (8/7) atau 18 hari menjelang pendaftaran calon kepala daerah, 26 Juli, sebagai tahap awal dari rangkaian hajatan akbar pemilihan kepala daerah serentak gelombang pertama yang digelar akhir tahun ini, 9 Desember, di 269 daerah di Indonesia.

Padahal aturan tersebut semula dibuat setelah melihat fakta kekaisaran yang dibangun raja-raja kecil di sejumlah daerah begitu sukar ditembus sekalipun oleh pemerintah pusat. Kuatnya kuasa kekerabatan di beberapa daerah itu juga membuktikan kebenaran ucapan politikus Inggris Lord Acton: power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.
 
Dinasti politik Fuad Amin Imron atau Lora Fuad di Bangkalan, Madura, menjadi contoh penting. Fuad Amin yang kini mendekam di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi akibat terjerat kasus dugaan suap dalam jual-beli gas alam dan pencucian uang, belum lama ini adalah maharaja di daerahnya.
 
Dia menjabat sebagai Bupati Bangkalan selama 10 tahun atau dua periode, mulai 2003 hingga turun takhta pada 2013. Lora Fuad sesungguhnya tak mulus-mulus saja sebelum dan saat memerintah sebagai Bupati Bangkalan.

Pada 2003 saat Fuad mencalonkan diri sebagai bupati sementara masih menjabat anggota dari DPR RI, dia pernah dikaitkan dalam kasus pemalsuan ijazah yang diusut Polri. Sayangnya kasus dugaan pemalsuan ijazah tersebut bak hilang ditelan bumi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Memang (ijazah) palsu. Kalau asli saya sudah jadi gubernur,” kata Fuad, menanggapi enteng kasus itu.

Selanjutnya ketika mendekati akhir masa kepemimpinan dua periodenya, nama putra Fuad –Makmun Ibnu Fuad yang lebih dikenal dengan sapaan Ra Momon– muncul sebagai kandidat pengganti Fuad dalam memerintah Bangkalan.

Ra Momon saat itu bukannya masih hijau sama sekali meski masih berusia 26 tahun. Dia menjabat Ketua DPRD Bangkalan. Agak sulit membayangkan pengawasan seperti apa yang bisa efektif dilakukan DPRD Bangkalan selaku legislatif terhadap Pemerintah Kabupaten Bangkalan eksekutif karena kedua pemimpin lembaga itu merupakan ayah dan anak.

Sebelum nama Ra Momon menguat sebagai pengganti Fuad, sang kaisar sesungguhnya punya jagoan lain untuk maju dalam Pilkada Bangkalan 2012. Dia adalah istri muda Fuad, yakni Siti Masnuri atau Masnuri Fuad. Namun akhirnya Fuad memutuskan untuk mengorbankan sang istri muda demi menaikkan Ra Momon.

“Takut kalau-kalau malah lepas,” kata Fuad ketika itu. Tentu saja yang dimaksud ‘lepas’ oleh dia adalah jabatan Bupati Bangkalan.

Maka demi menjaga cengkeraman dinasti Fuad di tanah Bangkalan, Siti Masnuri batal mencalonkan diri sebagai bupati, memberi jalan bagi Ra Momon yang telah berpengalaman menjabat sebagai Ketua DPRD.

Ra Momon dan Fuad pun melakukan pertukaran menguntungkan. Sementara Ra Momon menggantikan Fuad sebagai Bupati Bangkalan, Fuad menggantikan Ra Momon sebagai Ketua DPRD. Sempurna. Maka pada Agustus 2014, Ra Momon melantik ayahnya sendiri sebagai Ketua DPRD Bangkalan.

Nyaris tak ada yang berani mengusik Lora Fuad di Bangkalan kecuali Kiai Haji Imam Bukhori Kholil yang memang kerap menjadi musuh Fuad. Saat Fuad ditangkap KPK, Desember 2014, Imam bersama para santri di pondoknya memotong sapi untuk menggelar syukuran.

Imam pula yang menggugat kemenangan Ra Momon di Pilkada Bangkalan ke Mahkamah Konstitusi –meski gugatan tersebut kemudian ditolak MK.

Kerajaan Lora Fuad kini mungkin telah berakhir pasca sang maharaja ditangkap KPK. Dia dituding menerima hadiah atau janji terkait jual-beli pasokan gas alam untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Gresik, Jawa Timur dan Gili Timur, Bangkalan Madura, Jawa Timur, serta proyek-proyek lainnya.

Fuad disangka menerima duit suap dari Direktur Human Resource Developmen PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko senilai Rp 15,5 miliar. Duit diberikan untuk memuluskan pembelian gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura.

Lora Fuad juga dijerat perkara pencucian duit. Dia diduga melakukan praktik cuci duit itu sejak menjabat sebagai Bupati Bangkalan pada 2003.

Jatuhnya sang raja turut membuat putra mahkota terancam. Dalam kasus suap yang melibatkan Fuad, Ra Momon disebut Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menerima uang haram yang dikirimkan sang ayah ke rekeningnya.

Kisah kekaisaran dan keserakahan yang berkelindan seperti yang terjadi di Bangkalan, bukan tak mungkin bakal muncul lagi. Palu sudah diketuk.

Di sisi lain, mantan Ketua MK Mahfud MD menilai keputusan Mahkamah Konstitusi sudah tepat, sebab bukan tak mungkin calon kepala daerah yang kebetulan kerabat petahana, punya kemampuan yang jauh lebih baik dari pendahulunya. (Baca Mahfud MD: Putusan MK soal Politik Dinasti Sudah Tepat) (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER