Jokowi Imbau Kepala Daerah Tak Ragu Belanjakan Anggaran

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 24 Agu 2015 23:35 WIB
Presiden meminta para penegak hukum untuk tidak langsung memperkarakan temuan BPK dan BPKP terkait kesalahan administratif keuangan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memimpin rapat koordinasi yang dihadiri para Gubernur, Kajati, dan Kapolda, di kantor Kepresidenan Bogor, Jabar, Senin (24/8). (Dok. Sekretariat Kabinet)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, Presiden Joko Widodo tidak ingin para kepala daerah takut membelanjakan anggaran demi terlaksananya program pembangunan.

Pramono menjelaskan, serapan belanja modal saat ini masih rendah, yakni sekitar 20 persen. Dalam pertemuan siang tadi, Presiden mengundang para kapolda dan kepala kejaksaan tinggi untuk mengkoordinasikan agar proses pembelanjaan anggaran di daerah tidak dibayangi oleh ketakutan.

"Karena hal yang menyangkut kebijakan itu bisa dipidanakan, padahal UU Nomor 30 Tahun 2012 sudah mengatur dengan detail bahwa hal yang menyangkut kebijakan atau kesalahan administratif, harusnya sesuai dengan ketentuan, itu tidak bisa dipidanakan," ujar politisi yang akrab disapa Pram di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Senin (24/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, Pram mengaku sadar bahwa masih banyak kepala daerah yang takut tidak bisa menjalankan pembangunan di lapangan. Oleh sebab itu, ucap dia, Presiden meminta para penegak hukum untuk tidak langsung memperkarakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kesalahan administratif keuangan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Redonnyzar Moenek mengungkapkan, Presiden memerintahkan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti untuk tidak memproses hukum tentang proses lelang, kecuali tangkap tangan.

Redonnyzar pun menyebutkan, Presiden berharap agar tidak ada ego sektoral dan tidak saling mencari-cari kesalahan antarlembaga, karena hukum harus dibangun dengan kesejahteraan dan keadilan.

"Poin Presiden ada lima, diskresi keuangan tidak bisa dipidanakan. Kalau kesalahan administrasi harus dilakukan aparat internal pengawasan pemerintah karena itu dijamin UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," ujar dia.

Poin berikutnya, imbuh Redonnyzar, tindakan administrasi pemerintahan terbuka juga untuk dilakukan tuntutan secara perdata, sehingga tidak harus dipidanakan. Dengan demikian, jika ada orang atau lembaga yang melakukan kerugian yang sifatnya perdata, maka tidak harus dipidanakan. Alih-alih, pihak yang bersangkutan hanya cukup melakukan pengembalian.

"Nah pada Kemendagri di antaranya kami akan terbitkan PP tentang ganti rugi, termasuk Permendagri, seperti mekanisme dan tata cara mengganti kerugian bagi pejabat yang melakukan kesalahan administrasi," kata dia.

Redonnyzar menuturkan, poin ketiga adalah aparat dalam melihat kerugian negara harus konkret yang benar-benar atas niat untuk mencuri, bukan hanya berdasarkan asumsi, persepsi, maupun praduga.

Selanjutnya, ujar dia, jika BPK dan BPKP melihat adanya indikasi kesalahan administrasi keuangan negara, maka diberikan waktu 60 hari untuk perbaikan. Dalam masa perbaikan 60 hari itu, aparat kepolisian, kejaksaan, dan aparat penegak hukum tidak boleh intervensi.

"Tidak boleh melakukan ekspos tersangka sebelum dilakukan penuntutan. Jangan karena euforia, tuntutan publik, dan ini dan itu. Janganlah karena kita mau jaga pertumbuhan ekonomi," kata Redonnyzar. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER