UU MD3 Jadi Pemicu Buruknya Kinerja DPR Selama Satu Tahun

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Jumat, 02 Okt 2015 07:57 WIB
UU MD3 yang mengubah pola pemilihan Ketua MPR dan DPR ke dalam sistem paket dianggap menjadi pemicu munculnya kelompok-kelompok politik di DPR saat ini.
Suasana sidang paripurna dengan agenda pengucapan sumpah anggota DPR, DPD, dan MPR RI masa jabatan 2014-2019 di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/10). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Buruknya kinerja Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 di tahun pertamanya bertugas dinilai tidak lepas dari keberadaan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang kontroversial. UU MD3 yang mengubah pola pemilihan Ketua MPR dan DPR ke dalam sistem paket dianggap menjadi pemicu munculnya kelompok-kelompok politik di parlemen saat ini.

"Pada akhirnya beberapa organisasi politik bergabung menjadi satu, dan seakan-akan kelompok (parpol pendukung) Jokowi kalah. Karena itu, kemudian mereka (pimpinan parlemen) diisi kelompoknya Prabowo, namun dalam perjalanannya mereka tidak solid, akhirnya pecah kongsi juga," tutur Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (1/10).

Menurut Koentjoro, UU MD3 juga menimbulkan tingkat kepatuhan yang rendah dalam diri para pimpinan DPR dan MPR. Ia melihat banyak pimpinan MPR dan DPR yang asih membawa identitas kelompoknya saat berkomentar mengenai suatu isu tertentu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita bisa lihat kepatuhannya sangat tidak proporsional. Pernyataan beberapa pimpinan DPR itu sering tidak menunjukkan profesionalismenya. Mereka membabi buta membela kelompok, bukan menegakkan peraturan sebagai pimpinan parlemen,” ujarnya. Seharusnya, lanjut dia, kalau sudah di parlemen ikatan partai politik hilang, kecuali di saat-saat tertentu saja.

Seluruh pimpinan DPR saat ini diketahui merupakan anggota partai politik pendukung Prabowo dalam Pilpres tahun lalu. Para pimpinan DPR yang berasal dari Koalisi Merah Putih itu adalah Setya Novanto (Golkar), Fadli Zon (Gerindra), Fahri Hamzah (PKS), Taufik Kurniawan (PAN), dan Agus Hermanto (Demokrat).

Atas buruknya kinerja DPR selama satu tahun bekerja, Koentjoro pun takut masyarakat semakin terdorong untuk membentuk 'parlemen' jalanan ke depannya. Ia pun mengimbau para wakil rakyat untuk segera membenahi institusi dan dirinya masing-masing.

Sampai saat ini tercatat baru ada 3 RUU yang selesai diproses oleh DPR dan diberikan kepada Pemerintah untuk disahkan menjadi UU. Padahal, terdapa 37 RUU yang ditargetkan menjadi UU dalam Program Legislasi Nasional tahun ini.

Kemudian, DPR juga secara diam-diam telah mengusulkan kenaikan tunjangan dan usulan penataan kompleks parlemen sebesar Rp 2,7 triliun untuk masuk dalam RAPBN 2016. (obs/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER