Baleg: Konflik Koalisi Penyebab Kinerja Legislasi Rendah

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Kamis, 01 Okt 2015 20:03 WIB
Setahun bekerja Dewan Perwakilan Rakyat baru menghasilkan tiga beleid hasil dari pengesahan rancangan undang-undang.
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL ANTARA FOTO/(Hafidz Mubarak A./Asf/ama/15)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Firman Soebagyo menilai tarik menarik antara dua koalisi di awal periode parlemen 2014-2019 sebagai penyebab minimnya kinerja legislasi yang dihasilkan anggota dewan.

"Ketika kita itu dilantik nyaris tiga bulan kita tak bisa bekerja. Karena ada tarik menarik antara dua koalisi. Ini konsekuensi politik," ungkap Firman di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (1/10).

Politikus senior Partai Golkar itu menyatakan perseteruan ini berimbas pada molornya agenda untuk menyiapkan rencana kerja dan juga mengisi kursi alat kelengkapan dewan. Masalah bertambah ruwet lantaran direvisinya UU No 17 2014 ihwal MPR,DPR, dan DPRD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Akibatnya, badan legislasi tidak bisa merumuskan rancangan undang-undang. Tugas ini akhirnya dikerjakan komisi-komisi yang menyebabkan naskah akademik dan draft RUU yang sudah menjadi kesepakatan di program legislasi nasional (prolegnas) tidak bisa dipenuhi pemerintah, DPR, dan DPD. "Karena kita tidak mengenal sistem carry over, artinya naskah akademik dan draft RUU yang dulu pernah dibahas dan belum mendapat persetujuan, tidak bisa dilanjutkan, yang kemudian harus dibahas ulang," ujar Firman.

Firman menjelaskan saat tugas legislasi diserahkan kepada komisi maka komisi akan menugaskan kepada DPD Perundang-undangn untuk menyusun naskah akademis. Padahal sumber daya manusia DPD sedikit. ia menyebutkan tidak ada peraturan yang melibatkan DPD untuk menyusun naskah akademik.


Hal ini menurut Firman menjadi sebuah bottleneck. Alasannya selain harus melakukan studi banding, Focus Group Discussion, dan jaring aspirasi masyarakat hal ini memakan waktu," ujarnya.

Konsekuensi Revisi UU MD3 yang memberikan masa reses lebih panjang kepada anggota dewan juga mengurangi kinerja anggota dalam pelaksanaan fungsi legislatif.


Agar tercipta jalan keluar Firman mengaku telah membahasnya dengan pimpinan DPR. Hasilnya adalah dua solusi agar pada tahun 2016 target yang dicanangkan dalam prolegnas dapat tercapai.

Solusi pertama menurut Firman saat kunjungan kerja anggota dewan tidak ada lagi studi banding untuk membahas RUU. Studi banding dapat dilakukan bilamana dibutuhkan saat pembahasan sedang berlangsung. "Substansinya membahas pokok persoalan yang akan dilakukan," ujar Firman.

Adapun persoalan bottleneck kata Firman bakal melibatkan perguruan tinggi untuk menyiapkan draft RUU dan naskah akademis. Pihaknya mulai menginventarisasi perguruan tinggi mana saja yang dapat dilibatkan mulai pekan depan. "Kita sebar perguruan tinggi mana saja dan dapat tugas apa, sehingga nanti di waktu bersamaan naskah akademis akan selesai," sebut Firman.

Setahun bekerja Dewan Perwakilan Rakyat baru menghasilkan tiga beleid hasil dari pengesahan rancangan undang-undang. Padahal tahun ini dewan memiliki 39 RUU yang harus diselesaikan.

Tiga beleid yang sudah dihasilkan DPR masing-masing adalah Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dan Undang-undang Pemerintahan Daerah.

(bag)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER