Golkar dan Dua Kepala yang Saling Klaim Berkuasa

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Jumat, 06 Nov 2015 10:07 WIB
Sepenting apa Golkar bagi kedua kubu? Agung dan Ical. Jika Golkar adalah segalanya bagi mereka, seharunya musyawarah bisa dengan mudah menyelesaikannya.
Wakil Ketua Umum Golkar hasil Munas Ancol Yorrys Raweai saat menyampaikan laporannya di depan kader dan tokoh, di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Minggu (1/11). (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin harus lah satu, entah itu ketua, presiden atau apapun yang merujuk pada individu untuk menggiring yang lain dalam kepemimpinanya. Jumlahnya haruslah satu.

Namun, bagaimana jika ada dua orang yang saling klaim berkuasa? Maka, bisa dilihat dalam kasus partai beringin yang kini ibarat punya dua kepala, Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Keduanya dalam satu bendera Partai Golkar, namun Ical mengklaim diri pemimpin yang sah, pun Agung tak mau kalah.
Keduanya sempat berkali-kali melakukan islah, tapi tak kunjung berdamai. "Aneh, ada islah tapi gugatan berjalan, islah macam apa itu," kata pengamat politik dan hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan kepada CNN Indonesia, Jumat (6/11).

Belum genap sepekan keduanya bertemu dan bersepakat berdamai, tapi menjadi pertanyaan besar, Agung tetap melakukan gugatan atau kasasi ke Pengadilan Tinggi. Kubu agung, melalui Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Bidang Hukum hasil Munas Ancol Lawrence Siburian menyatakan, kubunya telah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Di sisi lain, kubu Ical tidak mau begitu saja melaksanakan musyawarah nasional, pun jika ada agenda munas yang digelar sebelum munas lima tahunan, maka Agung haruslah menjadi kaki tangan Ical, karena Ical dikabarkan ingin tetap memegang penuh kuasa di Golkar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini bukan permasalahan hukum, jika kemudian Agung melihat masih ada upaya hukum silahkan. Tapi ini soal politik, kemauan dan niat berdamai yang seharusnya lebih dominan, bukan didominasi hasrat ingin berkuasa keduanya," ungkap Asep.
Memilah permasalah dan mengurai benang kusut di Partai Golkar, kata Asep dengan cara mengembalikan kepemimpinan Golkar dari hasil Munas Golkar di Riau 2009 lalu. Namun, apakah ada penerimaan yang tulus dari kubu Agung jika Ical tetap menjadi bos partai.

"Itu sulit, dua-duanya ingin jadi pemimpin, mana bisa seperti itu ada dua kepala? Saya rasa islah itu hanya formalitas bukan substantif. Golkar ini intinya masalah politik, karena aneh, ada islah tapi gugatan tetap jalan," papar Asep.
Jika Golkar masih tetap saling klaim kekuasaan, maka Pilkada Serentak 2015 ibarat menjadi kuburan bagi Golkar. Kebijaksanaan antar petinggi menjadi penting, karena kepanikan melanda kader-kader daerah dan akan berpengaruh atas raihan pilkada yang kemudian menjadi tolak ukur Pemilu 2019 mendatang. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER