Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Mahfudz Siddiq, mengatakan pemerintah tidak perlu menggunakan atau memasukan biaya jasa juru lobi ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada hubungan bilateral antar negara.
Mahfudz berpendapat, sebaiknya pemerintah menyiapkan tokoh-tokoh tertentu yang berperan sebagai utusan khusus untuk negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Rusia dan lainnya, alih-alih membayar juru lobi dalam hubungan bilateral.
Lanjutnya, tokoh-tokoh itu merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang dikenal dan diterima luas di negara-negara tujuan. Selain itu, mereka juga memiliki jaringan luas kepada pihak-pihak pengambil keputusan.
"Jika pemerintah punya tokoh-tokoh seperti itu, maka tidak perlu lagi gunakan jasa lembaga lobi," ujar Mahfudz dalam pesan tertulisnya, Selasa (11/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kata lain, ketika pemerintah telah memiliki utusan khusus, maka penggunaan juru lobi tidak lagi diperlukan. Sehingga, alokasi anggaran yang sebelumnya ditujukan untuk membayar juru lobi, dapat disalurkan kepada utusan khusus.
Untuk ke depan, menurut Mahfudz, pemerintah harus lebih menyiapkan tokoh-tokoh sebagai utusan khusus di negara yang memiliki hubungan bilateral strategis dengan Indonesia.
"Menyiapkan tokoh-tokoh yang menjadi utusan khusus untuk beberapa negara yang strategis hubungan bilateralnya dengan Indonesia," kata Mahfudz.
Sedangkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah, berpendapat lain mengenai hal tersebut. Fahri mengusulkan wacana pembiayaan juru lobi agar dituangkan dalam sebuah undang-undang yang mengatur soal lobi.
"Saya mengusulkan, presiden usulkan UU Lobi. Karena DPR juga perlu UU Lobi," kata Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (10/11).
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan, tertarik membuka opsi untuk memasukkan pembiayaan pengunaan jasa pelobi (lobbyist) untuk masuk ke dalam APBN berikutnya.
Hal ini menyusul adanya tudingan bahwa Pemerintah Indonesia menggunakan jasa para pelobi dengan biaya US$80.000 untuk bisa mendapat akses ke Gedung Putih, para pejabat Washington dan bertemu Presiden Barack Obama.
(pit)