Hari Penentuan Setya Tepat Sebulan Setelah Aduan

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Rabu, 16 Des 2015 07:36 WIB
Dinamika kepentingan elite sarat terlihat. Pemberian sanksi pelanggaran sedang digaungkan di sejumlah fraksi.
Sejumlah anggota DPR lintas fraksi dan komisi menggelar aksi #SaveDPR. Mereka mengenakan pita hitam dan bertujuan meminta Ketua DPR Setya Novanto untuk mengundurkan diri. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Kehormatan Dewan akan memutuskan dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto hari ini, Rabu (16/12). MKD telah membahas dan menyidangkan aduan Menteri ESDM Sudirman Said selama dua pekan terakhir. Sidang perdana MKD digelar pada Rabu (2/12). Adapun aduan diserahkan Sudirman ke MKD tepat sebulan yang lalu (16/11).

Setya Novanto diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla demi memuluskan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia di Papua. Diduga, pencatutan dilakukan dalam pembicaraannya bersama saudagar minyak Riza Chalid dan bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin pada Juni 2015 lalu.

Dinamika kepentingan elite sarat terlihat setelah aduan ini. Mulai dari akan disidangkannya atau tidak aduan terkait Setya, dibuka atau ditutupnya pemeriksaan Setya hingga perombakan anggota MKD di sejumlah fraksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, MKD terlihat mulai merapatkan barisan jelang putusan dugaan pelanggaran ini. Pemberian sanksi pelanggaran sedang mulai digaungkan di sejumlah fraksi. Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana mengatakan, fraksinya sepakat akan bersikeras agar Setya diberikan sanksi pelanggaran sedang.

Konsekuensi pemberian sanksi sedang adalah dicopotnya status Ketua DPR dari Setya Novanto. Hal itu diatur di Pasal 21 Kode Etik DPR RI.

"Kami sepakat dengan sanksi pemberhentian (Setya Novanto) sebagai ketua DPR dan dikembalikan jadi anggota biasa," kata Dadang.

Hal serupa disampaikan Ketua Fraksi Partai NasDem Viktor Laiskodat. Dia menuturkan fraksinya termasuk perwakilan di MKD, Akbar Faizal, akan berjuang agar Setya diberhentikan dari jabatannya. Sebab, Setya jelas terbukti melanggar etika anggota dewan.

"Dia bersalah dan harus diberhentikan dari jabatannya. Maunya (pelanggaran) berat," ujar Viktor.

Fraksi Partai Amanat Nasional juga mendukung apabila Setya Novanto tak lagi menjadi pimpinan DPR. Wakil Ketua Fraksi PAN Hanafi Rais berpendapat, dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden oleh Setya merusak citra DPR.

Menurutnya, pemberhentian Setya merupakan sanksi yang adil dan sesuai harapan publik. Sebab, masyarakat selama ini selalu menyuarakan perubahan agar DPR lebih profesional dan etis. Putra Amien Rais ini menilai, hari ini saat yang tepat MKD mengembalikan kepercayaan masyarakat ke DPR.

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengindikasikan permintaan serupa. Sekretaris Fraksi PKB Jazilul Fawaid berharap putusan MKD tidak menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat. Karenanya, ujar Jazilul, putusan MKD harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat dan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 20 ayat 3 Kode Etik DPR mengatur pelanggaran sedang diberikan apabila teradu mengulangi perbuatannya (pelanggaran etika) yang telah dikenai sanksi ringan oleh MKD. Setya sebelumnya telah diberikan sanksi ringan, karena menghadiri kampanye bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

"Kalau anggota MKD membaca itu, seharusnya sudah clear tidak perlu dijelaskan," ucap Jazilul.

Senada, anggota MKD dari Fraksi Gerindra Supratman Andi Atgas tak menampik terbuka kemungkinan dijatuhkannya sanksi pelanggaran sedang, apabila Setya dinyatakan resmi bersalah hari ini. Sebab, Setya sudah diberikan peringatan sebagai konsekuensi pelanggaran ringan.

Supratman dan Wakil Ketua Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa ikut aksi #SaveDPR. Keduanya terlihat mengenakan pita hitam bertuliskan #SaveDPR. Desmond mengatakan sikap tersebut sebagai sinyal dukungan Fraksi Gerindra mengawal putusan perkara Setya hari ini.

"Kalau (Setya Novanto anggota) fraksi saya (Gerindra), sudah pasti saya suruh mundur," ucap Desmond.

Fraksi PDIP membebaskan anggotanya di MKD untuk mengambil sikap. Anggota MKD dari Fraksi PDIP Risa Mariska mengatakan Setya Novanto jelas melakukan pelanggaran etika. Senada, anggota MKD dari Fraksi PDIP Muhammad Prakosa bahkan membantah putusan hari ini akan 'masuk angin'.

Hal itu diperkuat dengan pernyataan Wakil Ketua MKD Junimart Girsang. Politikus PDIP ini mengisyaratkan MKD akan memutuskan untuk mencopot Setya Novanto dari kursi orang nomor satu di parlemen. Sebab, Setya tidak mungkin diberikan sanksi ringan untuk kali kedua.

"Tidak boleh dua kali pelanggaran ringan. Harus akumulasi. Jadi sudah masuk ke pelanggaran sedang. Apa itu sedang? Pencopotan dari pimpinan DPR," ujar Junimart.

Fraksi Demokrat mengklaim sikap perwakilannya di MKD telah sesuai dengan mandat Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarifudin Hasan menuturkan fraksi mengamanatkan agar perkara ini diungkap secara gamblang.

Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul bahkan berulang kali meminta agar Setya mengundurkan diri. Menurutnya, Setya jelas melakukan pelanggaran etika yang menuntutnya untuk melepaskan status pimpinannya.

Sementara itu, Fraksi PKS membebaskan anggotanya mengambil keputusan di MKD. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini berpendapat tidak adanya arahan ke MKD untuk menghindari intervensi ke proses yang selama ini telah berlangsung.

Tidak adanya arahan fraksi dikonfirmasi Surahman Hidayat. Ketua MKD ini mengatakan semua keputusan berasal dari pandangannya, tanpa ada intervensi fraksi. Dia mengamini Setya pernah diberikan sanksi ringan sehingga penggunaan akumulasi sanksi menjadi pertimbangan hari ini. Namun, dia hanya memberikan jempol saat ditanyai sikapnya untuk dinamika 'Papa Minta Saham' ini.

Aksi 'pasang badan' terlihat dari perwakilan Fraksi PPP di MKD. Jelang putusan MKD, Dimyati Natakusumah masih mempersoalkan alat bukti rekaman yang dimiliki MKD. Rekaman asli pembicaraan Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin berada di Kejaksaan Agung.

"Dia (Setya) no comment karena alat buktinya tidak asli.  Menurut saya perlu dikaji lagi secara mendalam," kata Dimyati.

Aksi ini sudah dilakukan terdahulunya, Zainut Tauhid. Dia sejak awal mendukung dugaan pelanggaran Setya tidak disidangkan. Dia juga meminta agar pemeriksaan Setya dilakukan secara tertutup. Dimyati menggantikan Zainut saat pemeriksaan etik Setya pada Senin (7/12).

Hal serupa dilakukan perwakilan Fraksi Golkar di MKD, yakni Kahar Muzakir (Wakil Ketua), Ridwan Bae (anggota) dan Adies Kadir (anggota). Sejak awal, ketiga anggota Fraksi Golkar menolak laporan Sudirman disidangkan. Mereka juga berkeras persidangan etik Setya dilakukan secara tertutup.

Anggota MKD Adies Kadir mengaku tidak ada arahan partai atau fraksi kepadanya untuk mengambil keputusan perkara etik Wakil Ketua Umumnya itu. Dia mengaku hingga saat ini dirinya masih belum memiliki pertimbangan untuk pengambilan keputusan.

Sementara Kahar Muzakir sama sekali tidak mau berkomentar terkait putusan hari ini. Dia bahkan tidak mau berandai-andai nantinya akan dilakukannya voting dalam pengambilan keputusan. "Saya no comment soal putusan. Gimana mau voting? Sidang saja belum," tutur Kahar.

Dinamika voting di perkara Setya Novanto

Ketua MKD Surahman Hidayat sebelumnya meyakini pengambilan keputusan hari ini tidak akan melalui proses voting. Politikus PKS ini menjelaskan nantinya setiap anggota MKD akan ditanya keputusannya. Suara mayoritas akan menentukan hasil putusan dan suara minoritas akan menjadi dissenting opinion.

Pengambilan suara melalui voting telah dilakukan dua kali oleh MKD. Pertama saat akan memutuskan apakah laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait Setya akan dilanjutkan ke persidangan atau tidak. Saat itu, 17 anggota MKD diberikan dua opsi.
 
Opsi I:
a. Melanjutkan persidangan dengan pengesahan jadwal persidangan.
b. Menuntaskan verifikasi

Opsi II:
a. Tidak melanjutkan persidangan karena tidak cukup verifikasi dan tidak cukup alat bukti.
b. Melanjutkan rapat MKD dengan melakukan verifikasi.

Sebanyak 11 orang memilih opsi pertama, memilih agar aduan Sudirman disidangkan MKD. Mereka adalahJunimart Girsang (PDIP), M Prakosa (PDIP), Marsiaman Saragih (PDIP), Akbar Faisal (NasDem), Sarifuddin Sudding (Hanura), Sukiman (PAN), Ahmad Bakrie (PAN), ‎Guntur Sasono (Demokrat), Darizal Basir (Demokrat), Acep Adang (PKB) dan Surahman Hidayat (PKS).

Enam anggota yang menolak aduan ini dibahas lebih lanjut melalui persidangan adalah Kahar Muzakir (Golkar), Adies Kadir (Golkar), Ridwan Bae (Golkar), Zainut Tauhid (PPP), Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra) dan Supratman (Gerindra).

Proses voting dilanjutkan. Seluruh anggota MKD diharuskan memilih antara melanjutkan persidangan dengan pengesahan jadwal persidangan atau hanya menuntaskan verifikasi aduan dan alat bukti yang diserahkan Sudirman Said. Proses ini membuat suara PDIP terpecah.

Junimart dan Marsiaman mendukung agar MKD bisa melanjutkan persidangan dengan pengesahan jadwal persidangan. Opsi ini didukung Sudding, Akbar, Sukiman, Bakrie, Guntur, Darizal, dan Surahman.

Sementara Prakosa memilih agar MKD hanya menuntaskan verifikasi aduan dan alat bukti yang diserahkan Sudirman Said. Acep yang sebelumnya mendukung melanjutkan persidangan juga memilih opsi ini bersama dengan perwakilan Fraksi Golkar dan Gerindra di MKD.

Proses voting kembali dilakukan saat MKD harus memutuskan sidang pemeriksaan Setya Novanto selaku teradu dilakukan secara terbuka atau tertutup. Padahal pemeriksaan Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin dilakukan secara terbuka.

Sebanyak tujuh orang yang meminta persidangan Setya dilakukan secara terbuka. Mereka adalah Junimart, Akbar, Sudding, Darizal, Guntur, Sukiman, dan Bakrie. Sebanyak 10 anggota MKD lainnya mendukung persidangan tertutup. Di sini suara Fraksi PDIP kembali terpecah. Sebab, Marsiaman dan Prakosa meminta pemeriksaan Setya dilakukan secara tertutup.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER