Golkar Ical Tolak Penundaan Pergantian Ketua DPR

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Jumat, 01 Jan 2016 16:09 WIB
Firman Soebagyo meminta agar Golkar versi Munas Ancol ikhlas menerima Ade Komarudin sebagai Ketua DPR baru menggantikan Setya Novanto.
Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie (kanan) dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham (kiri) berbincang sebelum menggelar jumpa pers di Jakarta, Rabu (21/10). (Antara Foto/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie menyebut, pergantian Ketua DPR setelah pengunduran diri Setya Novanto tak perlu ditunda. Pernyataan ini menanggapi permintaan Ketua Umum Golkar versi Musyawarah Nasional Ancol Agung Laksono yang sebelumnya meminta pergantian Ketua DPR ditunda pasca pencabutan Surat Keputusan Kepengurusan Golkar versi Munas Ancol oleh Kementerian Hukum dan HAM, 30 Desember lalu.

Menurut Wakil Ketua Fraksi Golkar Firman Subagyo, pergantian jabatan Ketua DPR tak bisa ditunda karena lembaga legislatif membutuhkan figur pemimpin untuk segera menyelesaikan tugas legislasi.

Firman meminta agar Golkar versi Munas Ancol ikhlas menerima Ade Komarudin sebagai Ketua DPR baru menggantikan Setya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mekanisme pergantian Setya Novanto sudah kami lakukan apa adanya saja dan tak perlu ditunda. DPR perlu segera ada pimpinan definitif supaya bisa menjalankan fungsinya," kata Firman kepada CNNIndonesia.com, Jumat (1/1).

Menurut Firman, pada 2016 tak perlu lagi ada kegaduhan politik yang dibuat partai politik di Indonesia, termasuk Golkar. Ia menganggap kinerja DPR yang harus ditingkatkan dibanding melanjutkan konflik peninggalan tahun lalu.

"Tidak perlu lagi dipersoalkan lagi. Sudah jelas kan fraksi Golkar yang diakui DPR adalah yang dipimpin Ade Komarudin. Saya sebagai Wakil Ketua Fraksi meminta fokus pada kepentingan yang lebih besar untuk diselesaikan tahun ini," ujarnya.

Agung sebelumnya meminta agar pergantian Ketua DPR ditunda karena Golkar sedang mengalami masa vakum kepemimpinan. Menurutnya, pencarian calon pengganti Ketua DPR hanya bisa dilakukan setelah dua kubu di Partai Golkar yang selama ini bertikai duduk bersama menggelar Munas.

"Bahwa sehubungan dengan adanya peristiwa ini, kami meminta terkait dengan pencalonan Ketua DPR dari Partai Golkar, agar pelaksanaannya ditunda sementara sampai dengan terlaksananya Munas bersama," kata Agung di kediamannya, Kamis (31/12) lalu.

Jika pergantian Ketua DPR tetap terjadi dengan figur yang diajukan kubu Ical, maka, kata Agung, "Keputusan itu keluar dari sebuah organisasi yang legal standing-nya tidak ada."

Tolak Munas Bersama

Firman Subagyo juga memastikan bahwa pihaknya menolak pelaksanaan Munas bersama dengan kubu Agung Laksono. Menurut Firman, munas tak perlu digelar walaupun Menteri Hukum dan HAM telah mencabut Surat Keputusan tentang pengesahan kepengurusan partai beringin versi Munas Anco.

Menurutnya, kepengurusan DPP Partai Golkar yang sah telah terlihat jelas pasca Menkumham mencabut SK tersebut.

"Saya rasa tidak perlu ada munas lagi, kalau dalam putusan sudah jelas Mahkamah Agung mengatakan bahwa kepengurusan DPP Partai dari Munas Ancol tidak sah. Kemudian Pengadilan di Jakarta Utara juga mengatakan bahwa kepengurusan yang sah adalah DPP Golkar dari Munas Bali," kata Firman.

Desakan agar munas kembali digelar datang dari Agung Laksono. Menurut Agung, pencabutan SK Menkumham diartikan bahwa kepengurusan partai harus kembali ke DPP Partai Golkar hasil Munas Riau, maka masa bakti partai beringin telah berakhir per 31 Desember lalu.

"Dengan demikian terhitung tanggal 1 Januari 2016, DPP Partai Golkar tidak memiliki kepengurusan yang sah," ujar Agung.

Agung berargumen, M=masa vakum kepengurusan terjadi lantaran SK Munas Ancol telah dicabut, tidak ada pengakuan terhadap kepengurusan Munas Bali, dan masa bakti kepengurusan Munas Riau telah berakhir.

Agung meminta Mahkamah Partai Golkar dapat segera melakukan persidangan dan mengambil keputusan yang menjadi landasan kedua kubu terutama dalam upaya melaksanakan Munas bersama Partai Golkar paling lambat akhir Januari 2016.

"Ini adalah jawaban untuk mengisi kekosongan. Tapi saya tegaskan, Golkar tidak bubar, yang ada adalah hilangnya legitimasi partai," kata Agung.

Agung merasa masih tetap menjadi bagian dari Partai Golkar dan punya hak bersuara untuk mendorong Munas. Sebab dalam keputusan Munas, kata dia, tidak disebutkan ada pengesahan kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Bali. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER