Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Badan Legislasi DPR Supratman berpendapat perlu adanya kajian mendalam terkait pemberian kewenangan tambahan Badan Intelijen Negara (BIN), menangkap dan menahan terutama dalam menangani terorisme. Penambahan kewenangan tersebut dapat dilakukan apabila adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Badan Intelijen.
"Ini (menangkap dan menahan) menyangkut penegakkan hak asasi. Jangan sampai bertentangan dengan kewenangan yang diberikan undang-undang ke lembaga negara lainnya," ujar Supratman Andi Agtas di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Senin (18/1).
Dia mengingatkan kewenangan penindakan selama ini berada di lembaga penegak hukum, seperti kepolisian dan dapat koordinasi dengan TNI. Karenanya, Politikus Partai Gerindra ini berharap usulan revisi undang-undang tidak diberikan hanya karena ada kejadian sesaat.
Menurutnya, usulan merevisi undang-undang dapat diberikan dengan melihat urgensi secara utuh, melalui kajian dan penyusunan naskah akademik yang benar. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya tambal sulam revisi undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi keinginan memperbaiki keinginan pemberantasan terorisme itu wajib didukung," katanya.
Hal itu juga disampaikannya menyikapi mengemukanya kembali usulan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, setelah serangan teror di kawasan Thamrin pada Kamis (14/1) lalu.
Dia mengaku hingga saat ini masih belum ada usulan dari Komisi Pertahanan DPR maupun pemerintah terkait revisi UU Intelijen dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pimpinan Komisi Pertahanan DPR tidak hadir dalam rapat Baleg pagi tadi dengan agenda, pemberian usulan undang-undang dari komisi untuk dimasukan ke Prolegnas 2016.
Adapun Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq mengaku belum mendapat pernyataan resmi pemerintah terkait usulan merevisi Undang-Undang Intelijen. Terkait revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Mahfudz menyarankan adanya kajian komprehensif antara kementerian dan lembaga terkait.
"Misalnya orang Indonesia pergi ke Suriah, saya bilang cabut saja paspornya. Itu perlu diperjelas sehinga perlu revisi UU Imigrasi. Jadi jangan dilakukan sektoral. BIN punya usulan sendiri. BNPT juga punya usulan. Jadi dilakukan secara komprehensif," kata Mahfudz.
(bag)