Pencabutan Paspor Teroris Diusulkan Masuk Revisi UU Terorisme

Resty Armenia | CNN Indonesia
Jumat, 22 Jan 2016 08:59 WIB
Aturan pencabutan kewarganegaraan atau pencabutan paspor warga negara Indonesia yang menjadi teroris di negara konflik, dipertimbangkan ikut digodok.
Polisi bersenjata dan berpelindung lengkap menjaga kawasan Sarinah, Thamrin, usai ledakan terjadi. (ANTARA/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyatakan tengah mengkaji kemungkinan mengusulkan aturan pencabutan kewarganegaraan atau pencabutan paspor warga negara Indonesia yang menjadi teroris di negara konflik.

Aturan tersebut diusulkan masuk ke dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Kajian dilakukan bersama Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum final. Drafnya baru akan disusun," ujar Yasonna di Jakarta.

Politikus PDIP itu mengatakan terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan sehingga perlu ditindak secara global.

Oleh sebab itu, menurut Yasonna, sudah tepat bagi seorang WNI yang sudah atau akan melakukan kejahatan terorisme di negara atau organisasi asing, untuk dicabut kewarganegaraannya.

"Tetapi tentu dengan bukti-bukti, tidak boleh asal seruduk saja," kata Yasonna.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Saud Usman Nasution sepakat dengan Yasonna. Menurutnya, warga yang melakukan pelatihan militer untuk terorisme layak diancam hukuman pidana dan dicabut kewarganegaraannya.

Saud mengatakan ada banyak WNI yang dibaiat namun tidak terpantau karena pembaiatan dilakukan secara tertutup. Yang jelas, ucapnya, para pemimpin kelompok teroris seperti Aman Abdurrahman, Santoso, Abu Bakar Baasyir, Bahrun Naim, dan Abu Jandal telah menganjurkan seluruh pengikutnya untuk berbaiat dan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi.
Saat ini sudah ada 215 narapidana teroris yang ditahan di 47 lembaga pemasyarakatan di 13 provinsi di Indonesia. Para napi itu, kata Saud, terus ia pantau dan kunjungi, kecuali beberapa di antaranya yang tergolong sangat radikal dan menolak ditemui.

Saud berharap aparat di daerah –mulai Rukun Tetangga, Rukun Warga, Badan Pembina Desa, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, sampai tentara– mampu memonitor dan mengawasi orang-orang yang bergabung dengan kelompok radikal di negara konflik lalu dideportasi dan kembali ke daerah asalnya. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER