Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa meyakini ada keterkaitan antara rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (
Tax Amnesty).
Hal itu disampaikan menyikapi penundaan pembahasan rencana revisi UU KPK dan pengaruhnya pada RUU Pengampunan Pajak.
"Katanya ini barter juga dengan RUU Pengampunan Pajak. Saya dengar surat pengampunan pajak sudah masuk Surpresnya, berarti sudah deal," ujar Desmond J Mahesa di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masuknya Surpres (surat presiden) tentang RUU Pengampunan Pajak telah dibacakan di paripurna kemarin siang. Surpres tersebut dibacakan bersamaan dengan rencana revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR ini berpendapat RUU Pengampunan Pajak ini sangat dibutuhkan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan. RUU ini pun tercatat menjadi inisiatif pemerintah. Padahal sebelumnya, ini menjadi inisiatif DPR.
Wacana revisi UU KPK dan Polemik RUU Pengampunan Pajak mengemuka di parlemen hampir bersamaan pada semester II 2015. Inisiator awal dari keduanya adalah DPR.
Menjelang akhir masa sidang 2015, terjadi perubahan inisiator atas kedua RUU tersebut. RUU KPK tetap diinisiasi DPR, sedangkan RUU Pengampunan Nasional yang berganti menjadi RUU
Tax Amnesty ditetapkan menjadi usulan pemerintah.
Sementara rencana revisi UU KPK ditunda pembahasannya. Rencana revisi tersebut juga belum disahkan menjadi inisiatif DPR atau tidak.
Desmond menilai rencana revisi UU KPK ditunda bukan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melainkan menunggu sampai RUU Pengampunan Pajak selesai dibahas dan disahkan menjadi undang-undang.
"Begitu
Tax Amnesty gol dalam pembahasan di DPR, pemerintah baru dapat menyetujui untuk kembali revisi UU KPK," tuturnya.
(bag)