Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin mengaku siap menghadapi pihak yang menolak pembangunan perpustakaan DPR. Dia mengatakan, perpustakaan baru nantinya memperbesar dan mencerdaskan bangsa.
"Itu usulan bagus. Saya siap hadapi baik luar (parlemen), dalam parlemen (fraksi-fraksi) termasuk jika pemerintah yang menolak," ujar Ade di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/3).
Usulan pembangunan perpustakaan disampaikan cendikiawan pada Selasa (22/3). Mereka mengusulkan agar DPR memiliki perpustakaan terbesar di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perpustakaan bakal diisi 600 ribu buku. Ade menuturkan, perpustakaan bakal dibangun sedemikian menarik sehingga niat membaca anggota parlemen, wartawan, dan masyarakat meningkat dengan dibangunnnya perpustakaan itu.
Menurutnya, perpustakaan nantinya tak hanya mencerdaskan bangsa, tetapi juga menjadi simbol intelektualisme Indonesia. Dia pun tidak mempedulikan adanya tanggapan pembangunan perpustakaan ialah akal-akalan DPR.
"EGP (
emang gue pikirin). Menurut saya sesuai akal sehat. Saya kira tidak ada alasan merecoki hal-hal yang disampaikan cendikiawan," ucap Ade.
Dia mengaku belum membahas lebih lanjut rencana pembangunan perpustakaan di parlemen. Pembahasan bakal dilakukan di masa persidangan selanjutnya yang dimulai pada 6 April.
"Nanti akan saya sampaikan ke BURT. Saya yakin akan bersedia," kata legislator Partai Golkar ini.
Dukungan juga diberikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Menurutnya, kondisi perpustakaan DPR saat ini tidak layak. Dia menjelaskan, banyaknya buku yang ditumpuk tidak di tempatnya.
Dia berharap perpustakaan DPR dapat seperti library of congress di Amerika Serikat.
"Yang lama mirip perpustakaan Ketua RT. Parlemen dianggap penting, perpustakaannya juga harus dianggap penting," ujar Legislator Partai Keadilan Sejahtera ini.
Belum Jadi PrioritasWakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid menilai, DPR belum perlu menjadikan pembangunan perpustakaan DPR sebagai prioritas. Menurutnya, prioritas DPR saat ini ialah meningkatkan produk legislasi yakni undang-undang.
"Saya melihat prioritasnya belum ke situ. Prioritasnya juga ke keaktifan dalam kegiatan DPR, korupsi dan ketidakhadiran," kata Hidayat.
Hidayat berpendapat banyak absennya anggota dewan di persidangan mempengaruhi budaya membaca sehingga dia meragukan keefektivan perpustakaan DPR apabila nantinya dibangun menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara.
"Kalau dibuat terbesar tapi tidak dibangun budaya membaca, meneliti dan budaya menghadiri persidangan serius, saya khawatir hanya akan diisi staf ahli, bukan anggota DPR," ujar dia.
Anggota Komisi Keuangan DPR Johnny G Plate mengimbau agar rencana pembangunan perpustakaan ditunda. Kondisi keuangan negara saat ini dianggap belum dapat memadai.
Hal itu dikarenakan adanya potensi short fall penerimaan negara sebesar Rp290 triliun. Menurutnya, dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur demi lapangan pekerjaan baru masyarakat.
"Sebaiknya konsep perpustakaan ditinjau ulang agar mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi," kata Legislator Partai NasDem ini.
Dia menilai, anggota parlemen dan staf ahli lebih membutuhkan jaringan internet yang lebih kencang dan stabil agar dapat mengakses data lebih cepat dan gampang.
(obs)