Jakarta, CNN Indonesia -- Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan akan memasuki rangkaian ke dua hari ini, Sabtu (9/4). Jika jadwal tak berubah, acara yang disebut sebagai muktamar islah tersebut akan menentukan siapa Ketua Umum PPP untuk periode lima tahun ke depan.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PPP hasil Muktamar VII di Bandung, Romahurmuziy mengatakan, acara hari ini akan dimulai dengan agenda pembahasan tata tertib untuk pemilihan ketua umum.
"Agenda pukul 09.00-10.30 adalah Pembahasan Tatib Pemilihan Ketua Umum/Ketua Formatur dan Anggota Formatur," kata Romy melalui keterangan persnya, pagi ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
etelah pembahasan tata tertib itu disepakati oleh seluruh peserta muktamar, barulah acara pemilihan Ketua Umum PPP akan digelar. Dalam susunan acara, proses pemilihan akan memakan waktu selama dua jam.
"Pukul 10.30 sampai selesai adalah Pemilihan Ketua Umum dan Anggota Formatur," katanya.
Sayangnya, hingga kini belum jelas siapa saja nama-nama yang akan maju di pemilihan Ketua Umum PPP. Bahkan, di Asrama Haji Jakarta yang merupakan arena Muktamar VIII pun tak tampak spanduk yang mengumumkan siapa saja calon ketua umum.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk bisa bersikap dewasa dalam menyelesaikan konflik internal partai. Salah satunya melalui jalur muktamar Islah.
Hal tersebut disampaikan Jokowi saat menghadiri pembukaan Muktamar VIII PPP yang diadakan di Asrama Pondok Haji, Jakarta Timur, hari ini, Jumat (8/4).
Sebagai salah satu partai politik di Indonesia, ujar Jokowi, PPP yang didirikan sejak 1973 memiliki tempat khusus dalam sejarah bangsa Indonesia. PPP disebut Jokowi sebagai salah satu pilar penegak kedaulatan rakyat dan penyalur aspirasi rakyat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik sejahtera.
"Oleh karena itu tidak boleh tergores, retak atau pecah," kata Jokowi menegaskan.
Kepengurusan PPP sendiri sempat terbagi lantaran ada dua kubu yang mengklaim bahwa mereka lah PPP yang sah. Kubu pertama, kubu Romy, menggelar Muktamar di Surabaya dan menghasilkan dirinya sebagai Ketua Umum PPP.
Sementara Suryadharma Ali yang tak terima dengan gelaran muktamar di Surabaya lantas menggelar muktamar tandingan di Jakarta dan Djan Faridz terpilih sebagai Ketua Umum.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang saat itu baru saja menjabat sebagai menteri lantas mengesahkan kepengurusan PPP pimpinan Romy. Tindakan itu membuat kubu Djan Faridz tak terima dan mengajukan gugatan hukum.
Setelah proses hukum yang panjang, akhirnya MA memutuskan bahwa PPP yang sah adalah yang dipimpin oleh Dja Faridz. Namun Yasonna malah bertindak tidak sesuai putusan MA dengan menghidupkan kembali SK Kepengurusan PPP hasil Muktamar VII di Bandung dan membatalkan SK Kepengurusan Muktamar Surabaya.
(meg)