Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana membuat aturan turunan dana kampanye yang termaktub dalam Pasal 73 perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dana kampanye akan dibuat dalam bentuk non tunai.
"Sementara kami sedang membahas ke arah sana (dana kampanye bentuk non tunai), tapi belum final di level KPU," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Kantor KPU, Senin (27/6).
Pasal 73 ayat 1 perubahan UU Pilkada mengatur calon dan tim kampanye dilarang menjanjikan dan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan pemilih.
Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, KPU diharuskan menentukan pemberian biaya makan minum dan biaya transport peserta kampanye serta biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas atau pertemuan tatap muka dan dialog, juga hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadar menjelaskan, pengaturan dana kampanye non tunai bertujuan untuk menghindari politik uang. Dia tak ingin ada calon atau tim kampanye yang menentukan angka yang berlebihan dalam biaya kampanye.
"Jangan-jangan nanti jadi politik yang dikasih dasar hukum," ucapnya.
Sebelumnya Hadar mengaku merasa dikekang oleh DPR. Sebab, KPU harus berkonsultasi dengan DPR saat akan mengambil keputusan.
Hadar berpendapat, KPU akan kehilangan independensinya. Padahal, KPU tak setuju dengan aturan pemberian uang kampanye. Menurutnya, hal itu bisa penjurus pada politik uang.
Dia mencontohkan, untuk biaya makan peserta kampanye, akan lebih baik peserta langsung disediakan nasi kotak. Jadi tidak perlu memberikan uang tunai untuk membeli makanan.
"Tapi kami beda pendapat, DPR inginnya uang tunai," kata Hadar di Kantor Sekretariat Bersama Kodifikasi Pemilu, Jakarta, Rabu (22/6).
(rel)