Jakarta, CNN Indonesia -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengizinkan pemuka agama mengerahkan dukungan bagi calon kepala daerah pada Pilkada 2017. Namun NU mengingatkan agar tak menjadikan agama sebagai alat untuk menyerang kandidat kepala daerah yang berbeda keyakinan.
"Itu (pengerahan dukungan) kan masih dalam konteks positif, dia (pemuka agama) tidak ingin menjatuhkan orang. Kalau sudah (berkata) 'jangan pilih dia karena kafir' nah itu yang jadi persoalan," kata Ketua Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia PBNU Rumadi di Jakarta, Kamis (15/9).
Namun Rumadi berharap pengerahan dukungan tidak dilakukn agar masyarakat lebih dewasa melihat Pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggunaan isu agama dalam Pilkada dinilai Rumadi akan berdampak negatif. Emosi keagamaan masyarakat akan terganggu dan berakibat pada ketegangan di tengah masyarakat.
"Itu hanya mengaduk-aduk emosi keagamaan masyarakat tetapi tak mendapat hasil apa-apa kecuali ketegangan dalam masyarakat," katanya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti berkata bahwa isu SARA seharusnya tak digunakan untuk mempengaruhi pilihan masyarakat dalam Pilkada.
Ray beranggapan, pemilih berhak menentukan pilihannya dalam Pilkada berdasarkan preferensi apapun. Namun, mereka tak boleh turut mempengaruhi pilihan orang lain menggunakan isu-isu krusial seperti agama.
"Agak bermasalah dalam demokrasi jika anda mengkampanyekan orang untuk tidak dipilih karena preferensi agamanya. Bahwa anda memilih karena latar belakang agama, itu tidak apa-apa. Itu dua hal yang berbeda," kata Ray.
Penggunaan isu SARA memuncak setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memastikan diri akan maju menjadi bakal calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta. Pengembangan isu SARA bahkan dinilai lebih tinggi jelang Pilkada 2017, dibanding Pilkada 2012.
(sur/gil)