Tak Efektif, DPD Diusulkan Gabung ke DPR

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Senin, 19 Sep 2016 07:49 WIB
Sindikasi Pemilu Demokrasi mengusulkan penggabungan DPD dengan DPR di kursi parlemen karena lemahnya posisi DPD selama ini.
Ilustrasi suasana Sidang Paripurna DPR. Sindikasi Pemilu Demokrasi mengusulkan penggabungan DPD dengan DPR di kursi parlemen karena lemahnya posisi DPD selama ini. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sindikasi Pemilu Demokrasi (SDP) mengusulkan penggabungan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di kursi parlemen karena lemahnya posisi DPD selama ini.

Peneliti Senior SPD Pipit R. Kartawidjaya menyatakan penggabungan itu diusulkan mengingat fungsi DPD yang tidak efektif selama ini. Jika penggabungan dilakukan, sambungnya, maka penambahan kursi DPR tak perlu dilakukan.

"Kalau 560 kursi DPR masih dianggap kurang, DPD-nya kan fungsinya dianggap tidak jelas, digabung saja jadi tidak usah kursi legislatif DPR ditambah-tambah," kata Pipit dalam keterangannya yang dikutip CNNIndonesia.com, Senin (19/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Eksekutif SPD August Mellaz menegaskan kewenangan DPD selama ini adalah tidak memiliki hak penuh untuk menentukan kebijakan. Sehingga, otoritas lembaga itu dinilai tak efektif.

"Kewenangannya hanya mengusulkan Undang-Undang, yang menentukan tetap saja DPR," kata August.

Walaupun demikian, August mengatakan, peleburan DPD relatif sulit karena harus melalui amandemen UUD 1945. Pilihan lainnya, kata dia, adalah dengan mengukuhkan fungsi DPD sebagai bagian dari legislatif dalam sistem bikameral.

Dengan bikameral, kata dia, DPD dapat diberikan kewenangan untuk menyusun undang-undang yang bersifat nasional.

DPD kini juga tengah jadi sorotan. Pekan lalu, KPK menetapkan Ketua DPD Irman Gusman sebagai tersangka dalam kasus pidana korupsi yang berkaitan dengan kuota impor gula untuk Sumatera Barat. Kuota itu adalah untuk tahun ini yang diberikan Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya (SB).

Pada sesi jumpa pers, Sabtu (17/9), di Jakarta, Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan penetapan itu didahului operasi tangkap tangan dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp100 juta, Jumat malam kemarin.

Agus menuturkan, penyidik menduga Irman bertindak sebagai penerima pada kasus tersebut. Dia disangka melanggar pasal 12 huruf a Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER