Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta Muhammad Jufri meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta untuk memerhatikan 160 ribu warga Jakarta yang belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Hal ini perlu karena jumlah tersebut sangat signifikan untuk mendongkrak jumlah pemilih dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI 2017.
Jufri menyatakan, warga Jakarta yang namanya tak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan tidak memiliki e-KTP, tidak akan diperkenankan memilih. “Ini yang justru jadi problem. Banyak sekali warga belum menggunakan e-KTP, sekitar 2 persen dari total pemilih,” kata Jufri kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/9).
Menurut Jufri, warga yang namanya tidak ada dalam DPT tetapi mengantongi e-KTP masih bisa ikut memilih pada pilkada Jakarta. Sementara bagi warga yang tidak memiliki e-KTP tetapi masih warga DKI, harus menyerahkan surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI jika ingin dapat memilih calon gubernur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bagi yang namanya tidak ada dalam DPT dan tidak punya e-KTP, wajib bawa surat dari Dukcapil. Kalau surat tidak ada, tidak bisa memilih,” kata Jufri.
Saat ini, Bawaslu DKI bersama KPU DKI melalui Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) masih melakukan pendataan menggunakan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) dan data pada pemilihan presiden 2014. Jufri membantah ada informasi mengenai 650 ribu pemilih ganda.
“Belum bisa dikatakan pemilih ganda, DPT saja belum ditetapkan, bahkan daftar pemilih sementara saja belum. Sekarang kami sedang lakukan pencocokan dan penelitian,” ujar Jufri.
Dalam melakukan pencocokan tersebut, lanjut Jufri, Bawaslu memang menemukan sejumlah persoalan. Yaitu nama pemilih sama, data pemilih yang sudah meninggal masih ada dalam daftar, dan NIK yang tidak sesuai dengan jenis kelamin.
“Karena pakai data pilpres 2014, jadi ada nama pemilih di DKI yang bukan warga DKI, yang saat pilpres kan boleh. Tapi pilkada Jakarta nanti tidak boleh, maka itu kami masih mengolah datanya,” tutur Jufri.
Jufri memastikan, setelah dibuat DPT pada Desember 2016, tidak boleh lagi ada perubahan. “Tidak ada lagi istilah daftar pemilih tambahan. Karena orang Jakarta yang tidak terdaftar DPT dan punya e-KTP, bisa pakai e-KTP untuk memilih. Yang tidak punya, bisa bawa surat dari Dukcapil, tidak perlu revisi-revisi DPT,” katanya.
KPUD Jakarta saat ini masih melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih beberapa area di Jakarta. Coklit dilakukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) hingga Oktober 2016.
Menurut catatan, saat ini ada 8,2 juta warga yang berpotensi menjadi pemilih pada pilkada DKI 2017. Data tersebut bersumber dari hasil sinkronisasi DPT Pilpres 2014 dan DP4 di wilayah Jakarta.
Setelah coklit dilakukan, KPUD menetapkan DPS pada 27 Oktober hingga 2 November mendatang. DPT Pilkada baru akan diketahui di awal Desember 2016.
KPU DKI menargetkan, partisipasi pemilih pada pilkada 2017 mencapai 70 persen. Target tersebut meningkat hingga 5 persen dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012 yang saat itu dimenangkan pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama.
(agk)