Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta tak dapat membatalkan pencalonan kepala daerah yang menyandang status tersangka karena masalah hukum. Pembatalan baru dapat dilakukan jika calon terkait telah menerima status hukum tetap dari pengadilan.
Ketua KPU DKI Sumarno menjelaskan, aturan mengenai pembatalan seorang calon dari keikutsertaannya di pilkada telah diatur pada Pasal 88 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015.
Berdasarkan aturan tersebut, calon kepala daerah baru dapat digugurkan keikutsertaannya jika menyandang status terpidana di atas lima tahun berdasarkan putusan pengadilan.
"Kalau sampai sekarang belum punya status apa-apa, ya tidak berpengaruh apa-apa. Kalau menyandang status tersangka itu juga tidak berpengaruh apa-apa karena dasarnya KPU hanya bisa menindaklanjuti status seseorang kalau sudah berkekuatan hukum tetap," ujar Sumarno di kantornya, Senin (7/11).
Jika pembatalan pencalonan dilakukan, partai politik pengusung calon terkait dapat menawarkan nama baru untuk menjadi calon wakil kepala daerah. Kemudian, posisi calon kepala daerah akan digantikan oleh calon wakil kepala daerah yang diajukan sebelumnya.
Penggantian nama peserta pilkada dapat dilakukan hingga maksimal 30 hari sebelum hari pemungutan suara tiba.
"Kalau seseorang sudah terpilih dan tersandung kasus pidana serta dijatuhi hukuman, maka yang bersangkutan akan diberhentikan. Yang menggantikan adalah wakil kepala daerahnya. Kalau masih calon, yang menggantikan posisi adalah calon wakilnya dan nama baru yang diusulkan naik menjadi calon wakil baru," tuturnya.
Persoalan pergantian calon kepala daerah muncul menyusul maraknya desakan dari beberapa organisasi masyarakat agar KPU DKI membatalkan pencalonan gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama. Ahok, sapaan Basuki, disebut dapat dibatalkan keikutsertaannya dalam Pilkada karena saat ini telah menjadi terlapor pada kasus dugaan penistaan agama.
Tuntutan agar keikutsertaan Ahok dibatalkan telah disampaikan sejumlah organisasi pada Jumat lalu (4/11).
Saat itu, ribuan demonstran yang mengatasnamakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) menyambangi kawasan Komplek Istana Kepresidenan untuk menyuarakan keinginannya.
Atas desakan tersebut, polisi pun berjanji akan segera memberi kejelasan terkait kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Ahok. Bahkan, gelar perkara kasus tersebut dijanjikan akan disiarkan secara langsung kepada publik.
(wis/rel)