Rekam Jejak Buruk, Setnov Dinilai Tak Bisa Lagi Pimpin DPR

Puput Tripeni Juniman | CNN Indonesia
Rabu, 23 Nov 2016 18:02 WIB
Setnov diajukan kembali jadi Ketua DPR, namun dia dinilai memiliki rekam jejak yang buruk saat memimpin parlemen.
Setya Novanto diajukan kembali jadi Ketua DPR, namun dia dinilai memiliki rekam jejak yang buruk saat memimpin parlemen. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Berbagai organisasi dan elemen masyarakat menolak rencana kembalinya Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai ketua DPR. Setya dinilai memiliki rekam jejak yang buruk saat menjabat ketua DPR pada 2014-2015.

"Jadi kalau kami memahami, secara track record Novanto ini tidak bisa menjadi seorang ketua DPR yang posisinya sangat strategis. Tidak layaklah," kata Koordinator Gerakan Antikorupsi Lintas Kampus Rudi Johanes di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Rabu (23/11).

Selama menjadi Ketua DPR, Setya mengeluarkan beberapa kebijakan kontroversial. Di antaranya, dia mengusulkan kembali proyek pembangunan gedung baru DPR yang sempat ditolak era Presiden SBY. Ide itu tak terlaksana lantaran pemerintah sedang menghemat anggaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setya juga meminta agar seluruh anggota DPR mendapatkan paspor diplomatik, yaitu paspor dengan kekebalan hukum di luar negeri. Wacana itu tak diterima oleh Kementerian Luar Negeri karena anggota DPR tak memenuhi persyaratan sebagai penerima paspor diplomatik.

Setya juga pernah mengusulkan program dana aspirasi bagi setiap anggota DPR yang diperuntukkan untuk daerah pemilihan. Kementerian Keuangan menolak wacana dana Rp11,2 triliun itu karena tak sesuai dengan skema yang ada.

Selain itu, Setya juga kerap menginisiasi studi banding ke luar negeri. September tahun lalu, Setnov menghadiri kampanye calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Atas pertemuan itu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menilai Setya melakukan pelanggaran etik.

Terlilit Kasus

Selain kebijakan yang kontroversial, Setya juga terlilit banyak kasus. Rudi menyebut setidaknya ada tujuh kasus yang melibatkan Setya, di antaranya kasus proyek e-KTP dan kasus 'papa minta saham'.

Pada kasus proyek e-KTP, bekas Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin menyebut Setnov menerima duit haram e-KTP sebesar Rp300 miliar. Saat itu Setya menjabat Bendahara Umum Partai Golkar.

Dalam kasus 'papa minta saham', Setya bertemu dengan pimpinan PT Freeport Indonesia terkait perpanjangan kontrak. Dalam rekaman suara pertemuan itu, Setya kedapatan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Kasus dugaan pemufakatan jahat ini mangkrak di Kejaksaan Agung karena tak memiliki alat bukti yang cukup.

Setya sempat mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi menyangkut makna pemufakatan jahat. Putusan MK menyebutkan rekaman yang sah digunakan sebagai alat bukti apabila dilakukan atas permintaan penegak hukum.

Putusan MK ini kemudian dijadikan dasar peninjauan kembali MKD yang diajukan Setya. MKD pada akhir September lalu memutuskan untuk memulihkan harkat dan martabat serta nama baik Setya dan pihak-pihak lain dalam kasus 'Papa Minta Saham'.

Putusan ini pula yang mendasari Partai Golkar untuk mengajukan kembali Setya Novanto sebagai Ketua DPR menggantikan Ade Komaruddin.
Rekam Jejak Buruk, Setnov Dinilai Tak Bisa Lagi Pimpin DPRFoto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
Putusan MK Tidak Relevan

Menurut Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, putusan MK yang jadi acuan Setya tidak bisa menjadikan dasar pemulihan nama baik di MKD. Menurutnya, putusan MK tidak relevan dijadikan bukti peninjauan kembali karena berbeda ranahnya. MK berada di ranah hukum acara, Sedangkan peninjauan kembali berada di ranah etik.

"Ini dijadikan alasan bahwa Setnov harus dibersihkan namanya. Putusan MK sama sekali tidak menyinggung soal itu," ujar Feri.

Feri juga menyebut dalam hukum tata negata, MKD bukanlah lembaga yang berwenang untuk mengkaji ulang apa yang sudah diputuskan.

Sementara, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz mendesak Kejaksaan Agung mengusut kembali kasus 'Papa Minta Saham'.

Menurut Donal, rekaman Setya itu bisa dijadikan bukti lantaran beberapa kasus tak harus menggunakan rekaman atas permintaan penegak hukum.

"Konteks rekaman ini nilainya sama dengan kasus Jessica dan Ahok, maka tidak ada alasan untuk menghentikan kasus ini hanya karena rekaman bukan dari penegak hukum," kata Donal.

(pmg/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER