Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menyatakan konsolidasi politik yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua tahun tidak mengalami perbaikan. Pernyataan itu ia sampaikan dalam diskusi di kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, pada Jum'at (16/12).
"Konsolidasi politik bulan Oktober itu semu. Konsolidasi politik Jokowi selama dua tahun
step back," kata Ari.
Ari menjelaskan, Aksi Bela Islam yang digelar pada 4 November dan 2 Desember menjadi bukti kemunduran konsolidasi politik Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu Jokowi melakukan konsolidasi politik dengan berbagai elite partai politik seperti Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
Jokowi juga bertemu dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan Ketum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Pertemuan dadakan itu, menurut Ari, menunjukkan pemerintah belum menjalin komunikasi yang baik dengan partai politik. Padahal, hubungan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan saat pemerintah menghadapi masalah.
Ari menengarai, buruknya konsolidasi politik Presiden Joko Widodo karena tidak mendapat dukungan penuh dari PDIP sebagai partai pengusung.
Ia mencontohkan kurang eratnya hubungan Jokowi dengan PDIP terlihat saat hendak mengganti Kapolri Jenderal Sutarman dengan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Rencananya itu berujung kegagalan. Posisi Kapolri akhirnya diberikan pada Jenderal Badrodin Haiti. "Itu jelas sekali terlihat Jokowi dan PDI P tidak akur," kata Ari.
Meski demikian, Ari berpendapat kemunduran konsolidasi politik juga telah memberikan dampak positif kepada Jokowi.
Presiden disebut jadi banyak belajar. Insting politiknya mulai teruji, hubungan dengan PDIP juga perlahan membaik. Jokowi bahkan berhasil meraih dukungan dari partai yang sebelumnya oposisi, yaitu Golkar.
(wis/wis)