Pelapor Politik Uang di Pilkada Tak Akan Dianggap Bersalah

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Rabu, 08 Feb 2017 13:24 WIB
Pelapor praktik politik uang akan dianggap sebagai justice collaborator dalam perkara tindak pidana tertentu oleh tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu.
Komisioner Bawaslu RI Nelson Simanjuntak mengklaim tak akan ada warga yang melaporkan praktik politik uang karena takut ikut dipidana.(CNN Indonesia/Lalu Rahadian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ancaman pidana bagi pelapor dugaan tindak pidana politik uang dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum disebut menimbulkan dilema bagi masyarakat. Badan Pengawas Pemilu memandang, peraturan itu membuat warga enggan melaporkan praktik politik uang.

Menurut Komisioner Bawaslu RI Nelson Simanjuntak, tidak akan ada warga yang melaporkan praktik politik uang karena takut ikut dipidana.

Oleh karena itu, ia mengklaim pelapor praktik politik uang akan dianggap sebagai saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) di dalam perkara tindak pidana tertentu oleh tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, dan pengawas pemilu.
"Kami akan tempuh itu di Sentra Gakkumdu supaya ada orang yang mau melapor. (Diatur di) kesepakatan dengan polisi dan jaksa," ujar Nelsonsaat ditemui  di kantor Komisi Pemilihan Umum, Selasa (7/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan status justice collaborator, penerima dalam dugaan praktik politik uang tidak dianggap sebagai pelaku kejahatan. Ia diperlakukan sebagai warga yang berpartisipasi menindak kejahatan terhadap peserta Pilkada atau tim suksesnya.
Nelson berkata, prinsip keadilan hendak ditegakkan Bawaslu dan sentra gakkumdu dengan tidak memposisikan pengadu praktik politik uang sebagai terduga pelaku.

"Itu salah satu yang ditempuh untuk mencegah politik uang. Karena kalau kita hitam putih menerapkan setiap orang itu tidak akan ada yang berani melaporkan. Panwas, kepolisian, dan jaksa tidak akan mengajukan ke pengadilan kalau dia menjadi collaborator. Dia melaporkan dan itu sebagai bukti," katanya.
Sebelumnya, dari hasil riset yang dilakukan Bawaslu, masyarakat sudah sangat permisif pada praktik tersebut.

"Kami sudah sisir, salah satu yang harus diperiksa adalah dimensi kontestasi," kata Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin (6/2).

Praktik politik uang, menurutnya berkaitan erat dengan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang dimiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hampir setiap Pilkada berlangsung jumlah LTKM yang ditemukan meningkat.

Daniel mengatakan, Bawaslu sadar jika pencegahan politik uang harus dilakukan hingga tingkat hulu. Untuk mendukung rencana tersebut, Bawaslu meminta DPR mengetatkan peraturan ihwal politik uang pada Rancangan Undang-Undang Pemilu.


(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER