Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menantang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mempublikasikan seluruh nama yang terlibat dan telah mengembalikan uang korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di Kemdagri tahun anggaran 2011-2012.
Fahri menilai, tantangan tersebut sebagai konsekuensi atas tindakan KPK yang telah membocorkan berkas dakwaan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus tersebut.
"Sekarang saya mau menantang KPK karena sudah membocorkan surat dakwaan dan BAP. Sekarang tolong bocorkan semua nama yang terima dan semua nama yang mengembalikan uang," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri menuturkan, KPK bisa dianggap melindungi pelaku sebenarnya dan membuat opini negatif terhadap DPR jika menolak tantangannya tersebut. Oleh karena itu, dia berharap tantangannya tersebut benar-benar disanggupi oleh KPK.
Lebih lanjut, politisi PKS itu menyebut Ketua KPK Agus Rahardjo ditengarai juga terlibat dalam kasus e-KTP saat masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Ia berkata, Agus adalah salah satu pihak yang menyepakati agar proyek e-KTP dilanjutkan dalam sebuah rapat yang dipimpin Kepala Bidang Telaah Strategis Kantor Wakil Presiden Sofyan Djalil di Istana Wapres tahun 2012.
"Dia (Agus) hadir dalam rapat di Kantor Wapres yang dipimpin oleh Sofyan Djalil dan dia menyetujui itu dilanjutkan. Setelah dia di KPK kasus ini sebagai mega korupsi," ujarnya.
Sementara itu, Fahri menuding, Agus adalah pihak yang mendesak Konsorsium PT Telkom sebagai pemenang tender. Ia berkata, Agus sempat mengancam akan menolak pelaksanaan proyek jika konsorsium itu tidak dimenangkan.
"Dia jelas sebegai Ketua LKPP ada push dan itu keterangan resmi juga di BAP. Artinya dia juga ada konflik kepentingan terhadap kasus ini. Karena itu dia layaknya mundur, bukan gagah-gagahan di situ," ujarnya.
Fahri mengatakan, kasus korupsi e-KTP terbilang janggal lantaran kerugian negara baru ditemukan usai proyek tersebut dilaksankan. Padahal, dia berkata, dalam berkas audit BPK kerugian proyek e-KTP hanya Rp24 miiar.
Kerugian itu disebabkan adanya adendum atau perjanjian antara Kemdagri selaku Kuasa Pengguna Anggaran dengan perusahaan pemenang proyek yang tidak berjalan sesuai rencana.
"Tapi adendum itu berakibat denda dan mereka (Kemdagri) membayar," ujar Fahri.