Jakarta, CNN Indonesia --
Jumlah pesan teks yang dikirim melalui ponsel pintar sangat mengejutkan, mencapai triliunan per tahun secara global. Pengiriman pesan melalui aplikasi pesan instan terus meningkat pertumbuhannya, sementara pertumbuhan pengiriman pesan singkat atau SMS cenderung melambat. Di tahun 2014, pesan instan akan memenangkan pertempuran dari sisi volume, tetapi tidak dari sisi pendapatan.
Tren aplikasi pesan instan dimulai ketika jaringan internet pita lebar (broadband) mulai tersedia di berbagai negara dan pengguna ponsel pintar tumbuh pesat. Pengguna pun ditawarkan dengan aplikasi pesan instan dari pihak ketiga macam WhatsApp, Line, WeChat, dan Viber.
Layanan ini memungkinkan pengguna mengirim pesan dari ponsel pintar mereka melalui jaringan internet mobile milik operator telekomunikasi (yang juga dikenal sebagai over the top/OTT).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan cepat, aplikasi pesan instan mendapat popularitas sebagai alternatif untuk SMS, bahkan beberapa aplikasi pesan instan ada yang membekali fungsi panggilan telepon.
Perusahaan konsultan profesional Deloitte memprediksi, layanan pesan instan akan membawa lebih dari 50 miliar pesan per hari di tahun 2014, dibandingkan dengan 21 miliar pesan per hari yang dikirim via SMS.
Namun, SMS diharapkan dapat menghasilkan lebih dari US$ 100 miliar secara global pada 2014, dibandingkan dengan US$ 2 miliar dari semua layanan aplikasi pesan instan.
Ada alasan sederhana yang membuat jurang pendapatan SMS dan pesan instan, yaitu tarif yang dikenakan setiap kali pengguna mengirim SMS karena ia menjadi fitur standar pada setiap ponsel. Sebaliknya, biaya rata-rata layanan pesan instan adalah nol.
Layanan seperti WhatsApp, hanya menarik biaya US$ 1 atau Rp 9.500 per pengguna per tahun, sementara layanan Line, WeChat, KakaoTalk, mengandalkan penjualan stiker dan pembuatan akun resmi korporasi atau tokoh untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.
Hal ini membuat aplikasi pesan instan harus menerima kenyataan bahwa mereka "mendapat popularitas tinggi tetapi pendapatan rendah."
Para pemain pun menyadari hal itu dan saat ini mereka fokus menjaring jumlah pengguna sebanyak mungkin dan mulai membuka lapak iklan, menjual produk virtual, hingga menawarkan game yang diharap dapat meningkatkan pendapatan.
Line, aplikasi yang populer di Asia, sukses mendapatkan 34,4 miliar yen sepanjang 2013 atau sekitar Rp 3,8 triliun. Di periode itu, konten
game memberi kontrbusi terbesar untuk Line sebanyak 60 persen, sementara stiker sebesar 20 persen, dan sisanya disumbang dari bisnis pembuatan akun resmi korporasi dan stiker sponsor.
Di tengah gempuran aplikasi pesan instan ini, operator telekomunikasi dituntut untuk melakukan inovasi demi meningkatkan pertumbuhan trafik dan pendapatan dari SMS. Jangan sampai investasi besar dalam pembangunan infrastruktur terbuang sia-sia hanya untuk memenuhi kebutuhan trafik aplikasi pesan instan dan pemain OTT lain.
Ada satu cara ampuh untuk mempertahankan SMS. Tetapi, targetnya bukan pelanggan manusia, melainkan pelanggan mesin. Bisnis SMS dari operator telekomunikasi bisa bertahan dengan menjalin kemitraan bersama korporasi untuk mengirim pesan teks pribadi untuk mengingatkan tagihan kartu kredit, saldo bank, peringatan penundaan penerbangan, hingga mengingatkan untuk cek kesehatan.