Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hary Budiarto mengatakan, server yang menyimpan data e-KTP masih berada di Indonesia. Namun, ia mengakui bahwa akses terhadap server tersebut bisa dilakukan dari luar negeri.
Hary menjelaskan, 'server' yang dimaksud oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bukanlah server secara fisik berada di luar negeri. Tetapi, lebih kepada akses jarak jauh dari luar negeri terhadap sistem server tersebut.
"Saya tidak tahu istilah 'server' yang disebut Pak Menteri itu dari mana, tapi yang jelas bukan server fisik," ucap Hary kepada
CNN Indonesia, Senin (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sistem ini, menurut Hary, ada pengguna yang diberi akses sebagai
Superuser yang memungkinkannya mengakses dari luar negeri.
Akses ini sebenarnya diberikan kepada pengguna dari produsen atau penyedia perangkat server yang melakukan perawatan.
Hary menganalogikan hal ini menyerupai garansi atau asuransi ketika seorang konsumen membeli perangkat elektronik. Akses ini dapat digunakan oleh produsen server untuk memberi layanan perawatan atau perbaikan ketika ada kerusakan yang terjadi pada server.
"Masalah perbaikan dan perawatan harus digarap dari luar oleh produsen server-nya sendiri, mungkin itu yang dimaksud Pak Menteri sebagai ancaman keamanan," ujar Hary.
Hary menambahkan, memang ada risiko pencurian data dibalik akses jarak jauh ini. Namun, seharusnya dapat diminimalisir dengan memberikan akses terbatas pada produsen server itu sendiri.
"Sepertinya sampai saat ini pihak luar masih memegang sepenuhnya dan bisa mengakses mesin dan data, tapi nanti seharusnya akses ini dapat dibatasi pada mesin sehingga tidak dapat mengambil data publik yang kita miliki," kata Hary.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Dodi Riyadmadji, menegaskan bahwa server Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP berada di Jalan Merdeka Barat, Jakarta.
"Server tidak ada yang di luar negeri, semua di Indonesia, kalo mau dicek silakan saja," tutur Dodi.
Data administrasi penduduk menjadi komponen yang penting karena berkaitan dengan jumlah valid penduduk beserta hak-hak yang bisa diperolehnya sebagai warga negara.
Proyek e-KTP senilai Rp 6 triliun yang melibatkan 15 kementerian dan lembaga itu kini macet setelah KPK menetapkan seorang tersangka. Dia adalah Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.
Selaku Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHPidana.