BENCANA ALAM

UGM Pernah Kembangkan Alat Pendeteksi Tanah Longsor

CNN Indonesia
Senin, 15 Des 2014 13:29 WIB
Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pernah mengembangkan alat pendeteksi gerakan tanah yang bisa digunakan untuk mendeteksi tanah longsor.
Petugas menggali di sekitar rumah yang ambruk terkena longsor untuk mencari korban di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah. (CNN Indonesia/Antara Photo/Idhad Zakaria)
Jakarta, CNN Indonesia -- Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pernah mengembangkan alat pendeteksi gerakan tanah yang bisa digunakan untuk mendeteksi tanah longsor. Alat ini ternyata sudah diaplikasikan di Banjarnegara, di dekat lokasi bencana tanah longsor yang merenggut nyawa puluhan orang pada akhir pekan lalu. 

Ahli geologi dari UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. mengatakan alat itu dipakai di daerah yang berdekatan dengan lokasi bencana tanah longsor. “Tapi berbeda desanya, alat itu kami pakai di Desa Kali Telaga,” kata Dwikorita kepada CNN Indonesia, Senin (15/12).

Dwikorita adalah ahli geologi yang intens meneliti soal pergerakan tanah yang menyebabkan longsor. Dia dan timnya dari Jurusan Teknik Geologi UGM pernah merancang alat pendeteksi gerakan tanah pada 2011 lalu. Kini Dwikorita menjabat sebagai Rektor UGM. (Baca: Rektor UGM: Secara Alami Banjarnegara Rawan Longsor)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profesor Dwikorita mengatakan alat pendeteksi itu tak bisa dipakai untuk mencegah tanah longsor. Melainkan untuk mendeteksi dan membantu masyarakat mengetahui kapan saatnya harus menyelamatkan diri.  
 
“Longsoran tetap terjadi, tapi sebelumnya ada sirine sehingga warga sempat menyelamatkan diri,” katanya.

Alat itu, kata Dwikorita, sempat mendeteksi tanah longsor yang terjadi di Desa Kali Telaga. Sirine pun berbunyi dan masyarakat akhirnya bisa menyelamatkan diri. Beberapa rumah rusak, “Tapi tak ada korban jiwa,” tuturnya.  

Hanya saja, menurut Dwikorita, area yang rawan tanah longsor di Banjarnegara sangat luas. Jadi sulit kalau hanya dipantau dengan alat itu. Yang terpenting, kata dia, adalah melatih manusia untuk mendeteksi gejala-gejala tanah longsor.
 
Dia bilang di Banjarnegara ada ilmu niteni atau ilmu memperhatikan, semacam kearifan lokal yang mampu mengenali gejala-gejala awal tanah longsor. Kearifan lokal itu, kata Dwikorita, sudah diteliti secara ilmiah dan bisa jadi alat mitigasi bencana.
 
“Tapi itu tak bisa diajari sekali saja, harus berulang-ulang,” katanya.

Bencana tanah longsor terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, pada pekan lalu. Longsoran tanah menimbun 105 rumah, masjid, sungai, sawah seluas 8 hektare, dan kebun palawija seluas 5 hektare.

Bencana ini menyebabkan banyak orang hilang. Saat ini baru 39 orang yang teridentifikasi. Sementara jumlah pengungsi mencapai 1.742 jiwa yang menyebar di 17 titik posko pengungsian.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER