Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah beredar rumor bahwa Korea Utara terlibat dalam serangan siber yang merusak sistem Sony Pictures Entertainment, kini lembaga FBI dari Amerika Serikat memastikan bahwa serangan ini berasal dari Korea Utara.
Federal Bureau of Investigation (FBI), selaku lembaga penyidik yang menangani kasus ini, menyampaikan konfirmasi tersebut dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Jumat (19/12).
"Sebagai hasil dari penyelidikan kami dan atas kerjasama dengan departemen pemerintah AS serta beberapa lembaga, FBI memiliki cukup bukti yang menyimpulkan bahwa pemerintah Korea Utara bertanggung jawab atas hal tersebut,” demikian bunyi pernyataan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
FBI melanjutkan, ada bukti kuat bahwa kode program jahat yang digunakan serupa dengan serangan Korea Utara sebelumnya.
Sebuah laporan dari
CNN juga mengungkapkan bahwa serangan itu disalurkan melalui sejumlah negara lain. FBI telah berhasil mengungkap alamat protokol internet penyerang dengan bantuan dari dinas intelijen National Security Agency (NSA).
Kini FBI dan beberapa lembaga masih menggali lebih banyak bukti untuk menjerat Korea Utara dalam hukum siber internasional. Sebelumnya, Korea Utara membantah pihaknya terlibat dalam aksi ini.
Serangan siber yang dialami Sony Pictures Entertainment telah merugikan sejumlah perusahaan. Tercatat, lima film Sony yang belum rilis telah dicuri dan disebarkan di internet oleh peretas.
Daftar gaji 6.000 karyawan dan para petinggi Sony pun turut beredar di internet. Data pribadi dari aktor dan praktisi film yang pernah bekerjasama dengan Sony juga beredar, antara lain aktor Sylvester Stallone, sutradara Judd Apatow, dan aktris Rebel Wilson asal Australia.
Pelaku peretasan beroperasi dengan nama Guardians of Peace atau GOP. Sejumlah dugaan muncul bahwa aksi ini dilakukan oleh Korea Utara setelah negara tersebut mengecam film komedi "The Interview" garapan Sony Pictures yang bakal rilis saat liburan Natal tahun ini.
Film yang dibintangi oleh James Franco dan Seth Rogen itu menceritakan dua jurnalis yang direkrut oleh CIA dengan misi membunuh pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, setelah dia memberikan kesempatan wawancara pada dua jurnalis tersebut.