Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan Sony Pictures Entertainment yang berlokasi di Hollywood, Los Angeles, AS, mengalami serangan siber yang tergolong parah. Presiden AS, Barack Obama, sampai angkat bicara mengenai peretasan ini lantaran lembaga investigasi FBI mengatakan Korea Utara berada di balik aksi tersebut.
Dalam komentarnya, Obama mengatakan bahwa aksi peretasan ini bukan merupakan indikasi ancaman peperangan, melainkan hanya sebagai tindakan vandalisme dalam ruang siber.
"Tidak, saya tidak berpikir itu adalah tindakan untuk memicu peperangan," ujar Obama dikutip dari
Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir itu adalah tindakan
cyber vandalism yang sangat mahal. Kami menganggapnya sangat serius dan merespons secara proporsional," lanjutnya.
Dalam wawancara kepada
CNN Jumat (19/12) lalu, Obama mengakui bahwa dalam dunia maya semua pihak bisa menjadi seorang "aktor" yang dapat mengganggu kehidupan banyak orang dengan segala cara.
Amerika, dan Korea Utara memang memiliki hubungan antar negara yang tidak begitu harmonis. Kedua negara ini telah terlibat sengketa selama bertahun-tahun, terlebih dengan program senjata nuklir yang menjadi perdebatan.
Sengketa ini menemui babak barunya dengan tuduhan bahwa Korea Utara telah melakukan serangan siber besar yang menumbangkan sistem komputer Sony Pictures pada 24 November lalu. Peretasan ini sampai membuat karyawan bekerja dengan pena dan kertas lantaran mereka tak bisa masuk ke sistem komputer.
Sebelumnya, serangan siber yang dialami oleh Sony Pictures telah membuat kerugian besar pada perusahaan. Karena aksi ini, sebanyak 6.000 daftar gaji karyawan dan petinggi Sony. Tercatat juga sebanyak lima film buatan Sony Pictures yang belum dirilis beredar di internet.
Pelaku peretasan ini beroperasi dengan nama Guardians of Peace atau GOP. Sejumlah pihak berspekulasi bahwa aksi ini dipicu oleh rencana perilisan film "The Interview" yang menceritakan tentang misi pembunuhan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.