Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah letusan dahsyat pada April 1815, tak pernah lagi terdengar amukan Gunung Tambora. Tapi Tambora adalah gunung api yang masih sangat aktif. Akankah ia meletus hebat lagi?
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono mengatakan hingga sekarang Tambora masih aktif sehingga patut terus diwaspadai. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Kementerian ESDM terus memantau gunung tersebut.
Meski dari hasil pantauan, kata Surono, Tambora tidak lagi menunjukkan tanda-tanda seperti dulu. “Sehingga bisa dikesampingkan dalam waktu dekat bisa meletus mendekati kedahsyatan 1815,” tuturnya. Apa indikasinya?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surono mengatakan memang ada kerucut-kerucut kaldera di Tambora, tapi kecil saja aktivitasnya. Juga tidak terjadi penggelembungan dalam waktu cepat.
Surono membandingkan dengan penggelembungan kaldera Merapi pada 2010. Merapi menggelembung 5 meter hanya dalam waktu 3 bulan, menjelang meletus pada 2010.
“Artinya kantung magma Tambora, tak lagi sebesar dulu,” tuturnya.
Meski begitu, bukan tak ada potensi bahaya. “Paling tidak ada gas beracun dalam gunung api, yang berada dalam keadaan normal sekali pun,” kata Surono.
Pusat Vulkanologi membagi kawasan Gunung Tambora ke dalam tiga kawasan rawan bencana. Kawasan rawan pertama berada pada radius 8 kilometer, yang berpotensi terkena lahar.
Kawasan rawan kedua berada pada radius 5 kilometer. Kawasan ini berpotensi terlanda awan panas dan aliran lava.
Sedangkan kawasan rawan tertinggi alias ketiga berada pada radius 3 kilometer. Di kawasan ini berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, dan gas beracun.
Surono mengatakan, Badan Geologi terus memantau Tambora dan mensosialisasikan tata cara mengantisipasi setiap tahapan peringatan dini untuk menghindari risiko bencana erupsi.
Meski begitu, Surono mengatakan fokus mereka tak lagi ke gunung itu tapi ke gunung-gunung api yang mendekati risiko erupsi, seperti Sinabung yang masih bergejolak setelah sempat meletus.
Surono mengatakan, dirinya lebih memfokuskan bagaimana melakukan mitigasi bencana karena ada 4 juta orang yang tinggal di sekitar gunung api di Indonesia.
“Tambora itu kecil kemungkinan dalam waktu dekat bisa meletus sedahsyat 1815, sehingga untuk apa konsentrasi ke sana? Saya lebih konsentrasi ke Sinabung,” tuturnya.