Longgarkan Direct Message, Twitter Dinilai Perparah Pelecehan

Hani Nur Fajrina | CNN Indonesia
Rabu, 22 Apr 2015 12:15 WIB
Twitter melonggarkan kebijakan Direct Message. Tapi aktivis jejaring sosial itu memprotes dan bilang itu sama dengan memperparah pelecehan seksual.
CEO Twitter Dick Costolo saat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi para pengguna jejaring sosial Twitter, tentu paham pemakaian fitur Direct Message hanya bisa dilakukan apabila kedua pengguna saling follow atau setidaknya salah satu mem-follow. Sekarang, kebijakan ini mulai dilonggarkan oleh Twitter.

Jejaring sosial berlambang burung biru itu memberi opsi pada fitur Direct Message agar semua orang bisa saling berkirim pesan, tanpa harus mengikuti atau follow satu sama lain.

Kebijakan awal Twitter niatnya untuk memangkas pesan sampah (spam) dan pelecehan karena Direct Message sifatnya sangat personal. Di tengah kebijakan Twitter yang seakan membebaskan aturan ini, banyak pengguna yang marah dan menganggap keputusan itu sebagai langkah buruk.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walau bisa dinonaktifkan, Twitter dinilai memperparah kejadian pelecehan yang sebetulnya sudah sering terjadi di media sosial ini beberapa waktu lalu.

Pewarta olahraga dari Amerika Serikat, Sean Highkin, melontarkan pendapatnya soal fitur baru ini. "Ketika tiap perempuan yang saya ikuti berpikir fitur baru ini akan memperburuk masalah pelecehan, Twitter mungkin mau mempertimbangkannya," ungkap Highkin melalui akun dengan nama pengguna @highkin.


Lalu, kicauan dari pengguna dengan nama akun @mcclure111 mengatakan, "Twitter mengeluarkan fitur pelecehan baru." Kicauannya itu menuai sekitar 167 retweet.


Apa kata Twitter?

Seperti dilansir situs Business Insider, Twitter pernah mencoba fitur yang memungkinkan semua penggunanya saling berkirim pesan pribadi tanpa harus saling mengikuti pada 2013 lalu, namun segera disingkirkan.

Pada perubahan yang kini diberlakukan, tetap memberi pilihan kepada para pengguna untuk mengaktifkan atau menonaktifkan fitur tersebut.

Dari perspektif Twitter sendiri, opsi ini dianggap sebagai potensi besar untuk para pemasang iklan dan merek untuk bisa mempromosikan produk mereka kepada para pengguna Twitter.

Twitter juga menganggap fitur ini sebagai langkah awal untuk lebih mematangkan perusahaan dalam berkompetisi di pasar pesan instan melawan Facebook Messenger dan WhatsApp.

CEO Twitter Dick Costolo mengakui bahwa Twitter memang sempat menghadapi masalah pelecehan di ranah online. Bahkan, November 2014 kemarin, Twitter mengumumkan kerja samanya dengan kelompok advokasi nonprofit Women, Action, and the Media (WAM!) untuk memberantas pelecehan online terhadap perempuan.

Berdasarkan survei Pew Research Internet Project, sekitar 25 persen perempuan usia antara 18 dan 24 tahun pernah mengalami pelecehan seksual secara online dan 26 persen mengalami online stalking. (ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER