Jakarta, CNN Indonesia -- Di Bumi, penundaan jadwal atau delay pesawat terbang saja sudah cukup menjengkelkan. Lalu apa jadinya apabila kejadian sial tersebut berlangsung di luar angkasa?
Tiga astronaut yang sejak November 2014 lalu mendiami Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) 'terjebak' dan tak bisa pulang ke Bumi lantaran pesawat nirawak Rusia, Progress 59 mengalami kecelakaan.
Terry Virts dari Amerika Serikat, Samantha Cristoforetti dari Italia, dan Anton Shkaplerov dari Rusia seharusnya pulang ke Bumi pekan ini, namun tertunda hingga awal Juni mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip laporan
Time, Progress 59 mengangkut 2,6 ton pasokan seperti oksigen, air, bahan pembakar, pakaian, dan sejumlah perangkat keras untuk spacewalk.
Progress 59 berputar tanpa kendali, sehingga sulit untuk masuk ke anjungan ISS. Tak lama setelahnya, pesawat yang bobotnya 9.500 kilogram itu kembali ke atmosfer Bumi dan terbakar di sana.
Dari sebuah pernyataan yang ditulis oleh NASA selaku badan antariksa AS, semua badan antariksa yang terlibat dalam misi Expedition 42 tersebut telah setuju untuk menyesuaikan kembali jadwal kepulangan ketiga awak internasional itu.
Virts, Cristoforetti, dan Shkaplerov seharusnya memang sudah bisa kembali ke Bumi setelah menyelesaikan misi dan penelitian Expedition 42 selama 6 bulan.
Misi selanjutnya yakni Expedition 43 bakal dilakukan oleh trio Gennady Padalka, Scott Kelly, dan Mikhail Kornienko. Khusus untun Kelly dan Kornienko, keduanya menjalani One-Year Mission.
Sementara misi Expedition 44 yang membawa Kjell Lindgren dari NASA, Oleg Kononenko dari Roscosmos Rusia, dan Kimiya Yui dari Jaxa Jepang seharusnya suda bisa diluncurkan ke ISS bulan Mei ini, namun NASA mengkonfirmasi bakal tertunda hingga akhir Juli.
Sementara Moscow Times mewartakan, penilaian soal kecelakaan pesawat Progress 59 akan ditampilkan pada 22 Mei mendatang.
Misi Expedition 42 fokus pada proyek penelitian tentang efek mikrogravitasi pada sel, observasi Bumi, serta ilmu pengetahuan seputar fisik, molekular, dan biologis.
Proyek ini juga mengamati susunan genetik cacing gelang, aerosol di atmosfer, pengangkatan pendingin logam cair, dan perbaikan sel kekebalan pada organisme.
Organisme seperti cacing gelang, kerang biru, dan tikus akan membantu penelitian dampak lingkungan ruang angkasa pada perkembangan, pertumbuhan, fisiologis, dan proses penuaannya. Hal ini diharapkan menuntun pemahaman terhadap kesehatan manusia di ruang angkasa.