Jakarta, CNN Indonesia -- Kejahatan siber yang berpotensi mencuri laporan keuangan atau catatan kesehatan karyawan di sebuah perusahaan terus meningkat, memaksa sebuah perusahaan mengeluarkan biaya rata-rata US$ 3,8 juta atau sekitar Rp 50 miliar per tahun.
Data ini berasal dari lembaga riset keamanan data Ponemon Institute yang disponsori oleh International Business Machines (IBM). Biaya rata-rata tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar US$ 3,5 juta.
Biaya sebesar US$ 3,8 juta tersebut dibutuhkan untuk membayar ahli dalam memperbaiki peretasan yang dialami perusahaan, menyelidikan penyebabnya, menyiapkan pusat pengaduan untuk konsumen, hingga biaya penyelidikan konsumen yang jadi korban kejahatan siber.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca:
Sistem Dibobol, Peretas Bisa Bikin Pesawat MiringPonemon Institute mengingatkan, bisnis sebuah perusahaan berpotensi menurun atau hilang sama sekali jika konsumen merasa dirugikan akibat kejahatan siber.
Biaya rata-rata tersebut tidak berlaku untuk kejahatan siber besar yang merugikan jutaan konsumen, seperti yang dialami lembaga finansial JPMorgan, peretail Target dan Home Depot di Amerika Serikat.
Harga yang harus dibayar perusahaan besar tersebut untuk memperbaiki aksi kejahatan siber jelas lebih besar. Target sendiri mengatakan tahun lalu butuh biaya US$ 148 juta.
Perusahaan hiburan Sony Entertainment Network tahun lalu juga mengalami pelanggaran data besar, di mana sejumlah film yang belum rilis beredar di Internet. Mereka juga kecolongan sejumlah data penting, termasuk daftar gaji karyawan.
"Sebagian besar bencana yang terjadi adalah kejahatan terorganisir," kata Caleb Barlow, Wakil Presiden Keamanan IBM. "Ini adalah kelompok yang didanai. Mereka bekerja Senin sampai Jumat. Mereka mungkin didanai dan ada pula staf yang bekerja untuk membela kelompok mereka."
Diprediksi, bakal ada 350 perusahaan dari 11 negara yang mengalami kasus kejahatan online serius.
IBM mengingatkan bahwa data catatan kesehatan atau asuransi karyawan adalah hal yang sangat penting dan semakin diincar para peretas, di luar identitas nama, alamat, dan nomor kartu kredit.
(adt/eno)